Saturday 19 March 2016

BAB III Berjudul "METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM DI MI AL-AZHAR JATISARI" STAI MAGETAN

BAB III
PELAKSANAAN METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM

A. Metode Pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta

1.      Bentuk-bentuk Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Ada beberapa bentuk pembiasaan yang diterapkan oleh pihak sekolah sebagai usaha untuk menumbuh-kembangkan kultur sekolah yang kondusif dengan memberikan spirit nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, di antara bentuk kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, guru, maupun karyawan.
b.      Melakukan tadarus sebelum pelajaran dimulai
c.       Melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di musholla maupun di aula sekolah
d.      Melaksanakan pengajian kelas di rumah siswa secara bergiliran sebulan sekali
e.       Melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di aula sekolah
f.       Melaksanakan pesantren kilat bagi siswa di bulan Ramadan
g.      Mewajibkan semua warga sekolah putera-puteri berpakaian muslim/ muslimah setiap hari
h.      Melaksanakan peringatan-peringatan hari besar agama Islam dengan melibatkan semua warga sekolah
i.        Mewajibkan membaca doa saat mulai pelajaran dan akhir pelajaran[1]
Dari beberapa jenis kegiatan di atas yang difokuskan dalam penelitian ini adalah program sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial. Metode pembiasaan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar.
Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak kepala Sekolah tentang dilaksanakannya pembiasaan kegiatan keagamaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
 “Tujuan secara umum dari pembiasaan di sini adalah untuk menjadikan siswa yang intelek dan religius sehingga mempunyai ciri khusus sekolah yang Islami “[2]

Menjadikan siswa yang intelek berarti suatu usaha agar siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta secara akademis dapat menguasai ilmu pengetahuan, tetapi tetap religius yaitu dapat menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Islam menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.
Sedangkan tujuan yang lebih rinci tentang pembiasaan tersebut dijelaskan oleh guru agama sebagai berikut :
“ Pembiasaan ini bertujuan agar anak merasa butuh dengan Allah sehingga lama-lama mereka merindukannya sehingga akan tumbuh kesadaran dalam menjalankan ajaran agama”[3]

Dari beberapa pandangan tentang tujuan pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan diterapkan pembiasaan menjalankan ajaran Islam adalah agar peserta didik di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi dengan menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Pelaksanaan Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Dari beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya hampir semuanya dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas. Jadi pembiasaan yang diterapkan merupakan tempat atau wahana bagi peserta didik untuk melaksanakan atau mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan dapat terinternalisasi dalam diri mereka.
Pada penelitian ini, dari beberapa pembiasaan yang diterapkan yang akan dipaparkan adalah kegiatan : jama’ah sholat dzuhur, sholat dhuha, tadarus sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu dengan guru, karyawan, siswa, serta pengumpulan dana sosial. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada pemaparan pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam, sebagai berikut:
1.      Sholat Dzuhur Berjamaah
Sholat dhuhur berjamaah wajib dilakukan oleh seluruh siswa di  SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Karena jumlah siswa dan siswinya banyak dan terbatasnya ruangan untuk jamaah, maka pelaksanaan jamaah sholat dzuhur dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 1 dan 2 sesudah jam ke-6 atau pada jam istirahat kedua, yaitu pukul 11-45, sedangkan tahap kedua diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 3 sesudah jam ke-7, yaitu pada pukul 12-15. Kegiatan tersebut dilakukan di musholla dan di aula sekolah, dan sudah dibentuk jadwal untuk imam dan pengawas sholat. Untuk lebih jelasnya, jadwal iman dan pengawas sholat dapat dilihat pada lampiran.
Imam bertugas sebagai imam dalam sholat sekaligus memimpin berdzikir dan berdo’a bersama sesudah sholat. Berdzikir bersama biasanya membaca istighfar, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali. Berdo’a bersama biasanya berdo’a untuk kedua orang-tua dan untuk keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan pengawas sholat bertugas untuk mengawasi jalannya sholat dan menertibkan para siswa sebelum dan sesudah jama’ah berlangsung. Adanya pengawas sholat itu perlu, karena untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya anak-anak ramai sendiri atau ada jumlah rekaat yang kurang bagi ma’mum yang masbuk. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut :
“Pengawas dalam sholat itu perlu sekali karena anak-anak biasanya ramai sendiri sebelum sholat dimulai. Dan pernah ada kejadian bahwa ada seorang siswa yang menjadi ma’mum masbuk kurang rekaatnya, sehingga perlu diingatkan dan disuruh mengulang lagi shalatnya. Dari kejadian ini maka pengawas sholat sangat diperlukan”[4]

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa fungsi imam dan pengawas sholat sangat membantu jalannya kegiatan sholat berjama’ah. Apalagi sudah ada jadwalnya sendiri sehingga kegiatan tersebut dapat berlangsung dengan tertib dan teratur.
Sebelum sholat dimulai, sambil menunggu siswa-siswi yang lain, yang sedang antri berwudlu maka salah satu guru (Baik sebagai imam atau pengawas sholat) memberikan nasehat sekaligus memberikan contoh agar mereka melaksanakan sholat sunat rowatib sebelum dzuhur atau berdzikir dengan menyebut asma Allah, dengan tujuan agar mereka lebih siap untuk sholat dengan khusyu’ dan agar mereka lebih dekat dengan sang pencipta. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang guru sebagai berikut :
“ Biasanya anak-anak saya anjurkan untuk melaksanakan sholat sunat sebelum dzuhur dan saya menasehati agar mereka tidak ramai sendiri tetapi lebih baik diisi dengan memperbanyak menyebut asma Allah, agar mereka lebih siap untuk sholat dan menjadikan hati lebih tenang”[5]

Kadang-kadang ada siswa yang enggan melaksanakan sholat dzuhur berjamaah, tetapi mereka selalu dikontrol agar semua siswanya melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Pengontrolan ini dilakukan agar mereka terbiasa melaksanakan sholat lima waktu dan sebisa mungkin dilaksanakan secara berjamaah. Adanya pengontrolan ini seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum :
“Untuk mengetahui siswa yang tidak melaksanakan jamaah sholat dzuhur maka selalu kami kontrol, siapa-siapa yang tidak melaksanakannya dan hal ini dapat diketahui dari laporan guru atau karyawan yang melihat siswa pada jam sholat berada di kantin atau di tempat lain, dan dari imam dan pengawas sholat”[6]

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan jamaah sholat dzuhur di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat berjalan dengan tertib dan teratur. Dan dari ini, diharapkan agar peserta didik terbiasa melaksanakan sholat lima kali dan kalau biasa dilaksanakan secara berjamaah. Sebagaimana diketahui bersama bahwa sholat merupakan tiang agama dan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan sholat berjamaah itu lebih utama karena pahalanya akan dilipatkan sebanyak 27 derajat. Hal tersebut berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi berikut ini :
إِنَّ الصَّلوةَ تَنْهى عَنِ الفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت :45)
Artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (al-‘Ankabut : 45)[7]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسَوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعِ وَعِشْرِ يْنَ دَرَجَةً (متفق عليه) 
Artinya : Dari Umar r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sholat jamaah itu lebih utama dari pada sholat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. Bukhori dan Muslim)[8]

2.      Sholat Dhuha
Kegiatan sholat dhuha juga menjadi pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta walaupun tidak diwajibkan seperti sholat dzuhur berjamaah. Walaupun tidak diwajibkan para siswa cukup antusias dan banyak yang melaksanakannya, hal ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan keteladanan dari beberapa guru, khususnya guru agama. Berikut ini hasil wawancara dengan ibu Siti Jazriyah :
“Saya selalu memberikan dorongan dan nasehat agar para siswa melaksanakan sholat dhuha agar mereka diberi kemudahan dalam menempuh study dan kemudahan rizki untuk orang-tuanya. Dan saya pun selalu memberikan contoh dengan melaksanakannya, dan alhamdulillah siswa yang mengerjakannya semakin bertambah”[9]

Berdasarkan ungkapan di atas dan observasi yang dilakukan maka kegiatan melaksanakan sholat dhuha di kalangan siswa-siswi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta cukup tinggi. Ada sebagian siswa yang melaksanakannya karena adanya dorongan dan nasehat dari guru agama, tetapi ada juga yang melaksanakannya karena sudah terbiasa di rumah, sehingga tumbuh kesadaran, seperti yang dikatakan oleh salah seorang siswa sebagai berikut :
“Saya melaksanakan sholat dhuha karena dianjurkan oleh guru dan di rumah pun saya dibiasakan oleh orang-tua, sehingga saya jadi terbiasa untuk melaksanakannya”[10]

Kegiatan sholat dhuha ini biasanya dilaksanakan pada jam istirahat pertama, yaitu pukul 09.15. Mereka melaksanakannya di mushola atau aula secara sendiri-sendiri dan rata-rata melaksanakannya sebanyak dua rekaat.

3.      Tadarus Sebelum Pelajaran Dimulai
Kegiatan tadarus sebelum pelajaran dimulai merupakan pembiasaan yang wajib dilakukan oleh semua siswa dan siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta agar para siswa lancar membaca Al-qur’an dan menjadi kebiasaan yang baik. Tadarus Al-qur’an biasanya dilakukan kurang lebih 10 menit, yang dipandu oleh guru  yang mengajar pada jam pertama, tetapi apabila gurunya belum hadir maka kegiatan tadarus tersebut berjalan sendiri dengan dipimpin oleh ketua kelas. Cara membacanya dilakukan secara bersama-sama dan melanjutkan ayat atau surat sebelumnya.
Menurut Ibu Anwariyah bahwa ada sebagian siswa yang belum lancar bahkan belum bisa membaca AL-Qur’an, Berikut petikan wawancaranya :
“Tidak semua anak-anak di sini bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, apalagi kalau mereka disuruh membaca sendiri-sendiri. Makanya anak-anak yang belum lancar membaca saya suruh untuk ikut TPA di rumah, saya tekankan bahwa orang Islam wajib bisa membaca Al-Qur’an agar bisa memahami kitab sucinya sendiri dengan baik”[11]

Hal senada juga diungkapkan Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut ini
 “Kegiatan tersebut merupakan sarana bagi siswa untuk gemar membaca kitab sucinya dan agar bagi siswa yang belum lancar dalam membaca Al-qur’an menjadi lebih lancar sesuai dengan hukum tajwidnya, apalagi sebagian besar para siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta berasal dari  Sekolah Dasar (SD) yang masih banyak yang belum lancar dalam membaca  Al-qur’an” [12]

Berdasarkan pernyataan Ibu Anwariyah dan Ibu Siti Jazriyah maka kegiatan tadarus bertujuan agar para siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sehingga mereka gemar membacanya dan dapat mengambil pelajaran darinya, karena di dalam Al-Qur’an mengandung pelajaran dan beberapa nilai, baik nilai illahiyah maupun nilai ibadah. Pelajaran dan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dihayati dan dimiliki oleh peserta didik.


4.      Membaca Doa Sebelum dan Sesudah Pelajaran
Kegiatan membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran merupakan pembiasaan yang diwajibkan bagi semua siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Kegiatan tersebut dipimpin oleh ketua kelas  setelah guru yang akan mengajar masuk kelas. Sebelumnya mereka memberi salam, baru setelah itu mulai berdo'a. Do'a yang dibaca adalah sebagai berikut : 
رَضِيْتُ بِااللهِ رَبًّا وَبِاْلاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَّاوَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْنِىعِلْمَا وَارْزُقْنِى فََهْمًا

Doa tersebut dibaca ketika jam pertama, sedangkan bacaan do’a pada jam terakhir atau ketika mau pulang adalah sebagai berikut:
اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَااتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
Ada salah satu guru yang memberikan metode dzikir bersama setiap beliau akan mengajar. Hal itu beliau lakukan setiap seminggu sekali bagi kelas yang diwalininya dan sebulan sekali bagi untuk semua kelas di mana beliau mengajar di kelas tersebut. Tujuan beliau adalah agar para siswa mau diajak untuk merenungkan segala sesuatu yang sudah mereka lakukan, apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam atau sebaliknya,  sehingga para siswa menghayati benar ajaran agamanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut hasil wawancaranya :
"Khusus saya, saya mengadakan dzikir bersama setiap seminggu sekali di kelas yang saya walini dan sebulan sekali pada kelas yang lain. Saya mencoba menggambarkan kepada mereka bahwa kita itu tidak ada apa-apanya di hadapan Allah, sehingga kita perlu untuk dekat dengan-Nya. Hal ini berguna bagi mereka untuk mengingatkan kepada mereka terhadap apa yang sudah mereka lakukan, agar mereka selalu ingat kepada Allah. Dan merekapun cukup antusias bahkan ada yang mengingatkan saya, kalau saya lupa. Hal tersebut bisa membuat mereka sampai menangis.[13]

Setiap manusia wajib berdo'a dan berusaha, tetapi semuanya diserahkan kepada Allah SWT karena Maha Kuasa atas segala sesuatu. Salah satu cara agar kita selalu dekat dengan-Nya adalah  dengan selalu ingat kepada-Nya, dengan berdzikir atau menjalankan ajaran yang telah disyari'atkan. Berikut ini pemaparan hasil observasi pada tanggal 11 Agustus 2004 tentang pelaksanaan metode pembiasaan dzikir bersama yang dipandu oleh ibu Atikah Hanum di kelas 1 Akselerasi ( VII Ahmad Dahlan ) :
-       Semua pintu dan jendela ditutup begitu pula kordennya, sehingga  tercipta suasana yang tenang dan tentunya lebih mudah untuk fokus dan konsentrasi.
-       Semua kepala siswa menunduk sambil mendengarkan kalimat istighfar, tasbih dan tahmid, serta ibu guru meminta agar anak-anak meresapinya ke dalam hati mereka sehingga merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
-       Sambil berdoa, Ibu guru mencoba menggugah emosi para siswa dengan kata-kata yang haru dan menyentuh perasaan mereka, agar mereka merenungkan kembali dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang sudah mereka perbuat. Membayangkan seandainya mereka tidak bisa sekolah, ditinggalkan oleh orang-tuanya, sehingga mereka bersyukur atas nikmat Allah yang mereka terima dan sedikit dari mereka yang sampai meneteskan air-mata.
-       Sebagai penutup Ibu guru tidak lupa memberikan nasehat agar anak didiknya selalu menjalankan perintah Allah SWT dan belajar yang rajin dan bersungguh-sungguh agar tercapai cita-citanya dan mudah-mudahan menjadi anak yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Pembiasaan dzikir bersama biasanya dilakukan kurang lebih selama 15 menit dan setelah itu melanjutkan materi pelajaran seperti biasanya. Dengan kegiatan di atas diharapkan agar anak didik mempunyai rasa syukur kepada Allah terhadap segala nikmat yang telah diberikan-Nya dengan mengingat Allah di manapun berada dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

5.      Berjabat Tangan dan Mengucapkan Salam
Di lingkungan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta di antara sesama warga sekolah (guru, karyawan, dan para siswa) dibiasakan “3 S” yaitu dibiasakan salam, senyum, dan sapa apabila bertemu. Kegiatan tersebut bertujuan agar di antara sesama warga sekolah terjalin hubungan yang harmonis dan dinamis. Semua warga sekolah dibiasakan untuk mengucapkan salam dan berjabat tangan pada setiap bertemu dengan para guru, karyawan dan siswa. Berjabat tangan dilakukan antara perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki, walaupun masih ada sebagian siswa atau siswi yang berjabat tangan dengan guru perempuan atau guru laki-laki.  Hal ini biasanya dilakukan pada setiap pagi, awal memasuki lingkungan sekolah.
Setiap guru dan karyawan yang bertugas piket harian diwajibkan untuk datang lebih awal, biasanya mereka sudah siap di depan pintu gerbang untuk mengawasi dan mengamati tingkah laku anak didik sambil berjabat tangan dengan para siswa yang baru memasuki pintu gerbang sekolah. Kegiatan ini biasanya juga diikuti oleh kepala sekolah dan para guru yang mengajar pada jam pertama.
Kegiatan tersebut merupakan program pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta untuk membentuk lingkungan sekolah yang kondusif dengan semangat kekeluargaan, keakraban, dan kehangatan dengan menghargai orang lain, disiplin, dan bertanggung-jawab.[14] Dari kegiatan tersebut para siswa menjadi terbiasa menyapa dan berjabat tangan serta mengucapkan salam dengan teman-temannya, sehingga ada ikatan emosional yang cukup tinggi di antara sesama siswa, guru, dan karyawan serta tidak ada gap/ jarak yang memisahkan  di antara warga sekolah.
Saling senyum, salam, dan sapa merupakan ajaran Islam tentang ukhuwah Islamiyah, termasuk ajaran yang penting dalam Islam dan sangat ditekankan untuk diamalkan. Hal tersebut perlu dilaksanakan karena besar sekali manfaatnya, tetapi besar pula bahayanya jika tidak diindahkan. Jadi sesama orang Islam atau orang beriman adalah bersaudara, untuk dapat saling mengasihi. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits di bawah ini :
عَنْ النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَرَى الْمُؤْ مِنِيْنَ فِى تَرَا حُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَا طُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ اِذَا اشْتَكَي عُضْوًا تَدَا عَى لَهُ سَا ئِرُجَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Artinya : Dari Nukman bin Bsyir ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda: "Kamu perhatikan orang-orang mukmin dalam keadaan saling mengasihi, saling mencintai, dan saling membantu, mereka itu bagaikan satu badan, apabila salah satu anggota badan terkena suatu penyakit, maka seluruh badannya sakit dengan tidak bisa tidur dan terasa panas"[15]


6.      Pengumpulan Dana Sosial
Selain uang kas pada masing-masing kelas, setiap seminggu sekali yaitu setiap hari senin, peserta didik diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Jumlah besar kecilnya tidak ditentukan, tetapi menurut kadar kemampuan dan keikhlasan masing-masing siswa.
Untuk melaksanakannya diserahkan kepada masing-masing kelas, biasanya dikoordinir oleh ketua kelas. Setelah dana terkumpul maka salah satu perwakilan kelas menyerahkannya kepada petugas piket, dan dari petugas piket diserahkan kepada pemegang dana sosial. Pada tahun ajaran ini pemegang dana sosial oleh Ibu Siswanti P.
Tujuan pengumpulan dana sosial ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum, berikut ini:
"Setiap hari Senin anak-anak diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Dana ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti untuk menjenguk warga sekolah yang sakit. Kegiatan ini bertujuan agar mempunyai jiwa sosial dan dapat memberikan sesuatu dengan ikhlas, sebagai rasa syukur terhadap nikmat Allah. Dan anak-anak di sini cukup tinggi dalam beramal karena mungkin mereka kebanyakan anak-anak orang kaya, jadi tidak eman-eman dalam memberikan sesuatu"[16]

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa-siswi di SMP Muhammaiyah 2 Yogyakarta dibiasakan untuk beramal dengan menyisihkan sedikit uang jajan mereka. Dengan kegiatan ini, diharapkan agar para siswa mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap nasib saudara –saudara atau teman mereka. Kegiatan ini tentunya sangat bermanfaat untuk melatih mereka berbuat baik terhadap sesama, selain tolong menolong sesama muslim, untuk dapat memberikan sesuatu dengan ikhlas, dan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi yang memerintahkan umatnya agar bersedia memberikan sesuatu  atau infak kepada yang membutuhkan. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:
حَدِيْثُ اَبِى هُرَيْرَةَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اَنْفِقْ اَنْفِقُ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللهِ مَلأي. لاَتَغِيْضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُاللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَقَالَ: اَرَئَيْتُمْ مَا اَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّموَاتِ وَلاَرْضَ فاََِنَهُ لَمْ يَغِضْ مَافِى يَدِهِ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَيَدِهِ الْمِيْزَا نُ يَحْفِضُ وَيَرْفَعُ

Artinya: Hadits Abu Hurairoh ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman: Berinfaklah, niscaya Aku tetap penuh, tidak akan berkurang karena nafkah yang dikeluarkan siang dan malam. Dan beliau bersabda: Bukankah kamu mengetahui bahwa apa yang telah Allah infakkan sejak penciptaan langit dan bumi itu tidak mengurangi apa yang ada di tangan-Nya, sedang Arasy-Nya berada di atas air dan di tangan-Nya ada neraca yang naik turun.[17]


B. Nilai-Nilai yang Muncul dan Dirasakan oleh Siswa

Beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas. Dan untuk memotivasi para siswa agar mereka bersedia melaksanakan pembiasaan keagamaan yang diterapkan  di sekolah, maka guru agama selalu memberikan nasehat-nasehat dan dorongan-dorongan agar mereka senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Sehingga para siswa merasa dekat dengan Allah SWT dengan menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran. Selain itu guru agama menjelaskan hikmah-hikmah atau manfaat dari apa yang mereka kerjakan itu kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di sekolah.
Menciptakan suasana atau lingkungan sekolah yang religius, dengan memberlakukan kebiasaan-kebiasaan untuk melaksanakan ajaran Islam, bertujuan agar para siswa terbiasa melaksanakannya dengan penuh kesadaran sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan yang diterapkan dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik. Apabila nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik maka dapat membentuk karakter atau kepribadian peserta didik yang Islami. Memiliki karakter yang Islami sangatlah penting, terutama untuk menghadapi zaman modern dan arus globalisasi, di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat dijadikan kontrol dan filter dari nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga tidak akan terjadi krisis moral dan tindakan-tindakan yang dapat merusak iman.
Metode pembiasaan merupakan salah satu upaya untuk dapat menginternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, karena dari kebiasaan yang secara kontinyu dilaksanakan akan dapat membentuk suatu karakter. Pembiasaan yang diterapkan di  SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta merupakan sarana bagi para siswa untuk melatih diri mengamalkan ajaran agamanya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Anak-anak di sini ada yang menganggap remeh tentang agama dan hanya dimengerti sebatas pengetahuan saja. Dan pembiasaan di sini sangat membantu mereka untuk melaksanakan ajaran agamanya, karena kalau praktek pas mengajar di kelas waktunya tidak cukup, sehingga dengan pembiasaan ini mereka dapat menjadi faham dan diharapkan  agar mereka juga melaksanakannya di luar sekolah"[18]

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pembiasaan melaksanakan ajaran agama Islam membuat mereka bisa lebih faham tentang ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dengan penuh kesadaran. Kebiasaan-kebiasaan tersebut merupakan latihan bagi mereka untuk dapat senantiasa mengamalkan ajaran agamanya, sehingga tanpa disuruh atau dinasehati oleh guru atau orang tua mereka sudah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena ada juga siswa yang enggan melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, apalagi jika di rumah juga tidak dibiasakan, seperti pernyataan Ibu Atikah Hanum berikut ini:
"Pelaksanaan pembiasaan keagamaan di sini selalu dikontrol karena ada juga yang tidak melaksanakannya sehingga akan kelihatan siapa-siapa yang tidak melaksanakannya. Dan anak tersebut akan kami panggil dan kami beri dia nasehat. Dan kami juga beritahukan kepada seluruh siswa bahwa jika mereka tidak mengikuti pembiasaan itu maka nilai agama mereka akan dikurangi. Jadi semua guru agama di sini membuat kesepakatan bersama tentang nilai pelajaran agama di raport"[19] 

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ada sebagian siswa yang tidak melaksanakan pembiasaan yang diterapkan, sehingga perlu dikontrol agar mereka dapat selalu melaksanakannya. Beberapa cara yang digunakan untuk memotivasi siswa dalam melaksanakan pembiasaan tersebut adalah dengan memberikan nasehat dan memberi tahukan hikmah yang terkandung di dalamnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa jika mereka tidak melaksanakannya maka nilai agama mereka akan dikurangi dan akan diberikan sangsi. Sangsi yang diberikan jika berturut tidak melaksanakan sholat jamaah, maka mereka harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh semua guru agama di sana, wali kelas, dan kepala sekolah dan berjanji kalau mereka akan melaksanakannya.
Jadi agar pembiasaan dilaksanakan oleh semua siswa, maka diperlukan penguatan. Penguatan tersebut berupa nasehat dan hukuman serta contoh dari guru. Dari pembiasaan yang diterapkan akan dapat melahirkan kesadaran, hal ini terjadi apabila nilai-nilai yang ada pada pembiasaan tersebut dapat terinternalisasi dengan baik dalam diri peserta didik. Peranan pembiasaan mengamalkan ajaran Islam dalam pendidikan Islam dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, diharapkan akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Karena anak dihadapkan pada dua faktor: faktor fitrah keagamaan pada manusia dan faktor pendidikan Islam yang utama dengan lingkungan yang baik, sehingga pembiasaan tersebut diperlukan. Jika hal tersebut dipadukan dengan baik maka mereka akan tumbuh dalam iman yang baik, berhiaskan etika Islam dan sampai pada puncak keutamaan spiritual serta kemuliaan personal.
Sebagaimana diketahui bahwa  pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, sehingga nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, agar mereka mampu melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara dinamis dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil observasi dan wawancara selama penelitian dapat dipaparkan bahwa tanggapan dan respon terhadap pendidikan agama dan pembiasaan yang diterapkan di sekolahnya cukup baik. Hal ini seperti dituturkan oleh Andina Manik P berikut ini:
"Menurut saya pendidikan agama di sekolah cukup baik dan bagus, dan lebih bagus lagi jika dalam mengajar diselingi cerita, tentu akan lebih menarik lagi. Hal ini membuat perasaan saya senang, saya dulu belum faham dan sekarang menjadi lebih faham. Dan pembiasaan di sini, saya sangat senang dan setuju, karena dulu ada yang belum bisa saya lakukan sekarang saya dapat lakukan dan  menjadi kebiasaan"[20]

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa para siswa cukup antusias dan tertarik dengan pelajaran agama, tetapi mereka ingin agar dalam mengajar menggunakan berbagai metode, sehingga siswa tidak jenuh. Seperti diselingi dengan metode cerita dan tanya-jawab. Jika para siswa sudah senang dengan pelajaran agama maka mereka akan dapat menguasai pengetahuan agama, tetapi pelajaran agama tidak sebatas hanya pengetahuan saja, hal itu perlu diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pelajaran agama berisi tuntunan dan syariat. Manusia sebagai hamba Allah maka wajib melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Agar para siswa terbiasa melaksanakan ajaran agama, maka mereka perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mengamalkannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah dengan menerapkan pembiasaan menjalankan ajaran agama, sehingga dari pembiasaan tersebut akan menjadikan kebiasaan yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, dan akhirnya nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik dan dapat bertindak serta bertingkah laku dengan nilai-nilai tersebut. Dengan  terinternalisasinya nilai-nilai ajaran Islam maka dapat membentuk generasi muda atau peserta didik yang berkepribadian muslim.
Berikut ini beberapa nilai ajaran Islam yang dapat diinternalisasikan kepada para siswa melalui metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
1.      Iman
Iman yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi percaya dengan sepenuh hati bahwa Tuhan itu di atas segala-galanya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Iman adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga anak-anak di sini dibimbing dan dibiasakan untuk selalu menjalankan perintah agama".[21]

2.      Taqwa
Taqwa adalah sikap yang sadar bahwa Allah selalu mengawasi manusia sehinga di manapun berada selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga hal ini dapat dijadikan motivasi oleh para peserta didik untuk selalu mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Ikhlas
Ikhlas adalah sikap batin dalam segala perbuatan bahwa apa yang dilakukan semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo dari Allah SWT. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak di sini saya anjurkan untuk selalu menolong sesama, di antaranya adalah untuk peduli terhadap nasib teman-temannya dan saya beritahukan bahwa apa-apa yang kita lakukan semata-mata untuk Allah SWT. Selain itu saya juga selalu mencari dana dari wali murid yang kaya untuk mau membantu siswa yang kurang mampu tanpa sepengetahuan siswa yang diberi bantuan dan anak dari wali murid tersebut."[22]


4.      Tawakkal
Tawakkal adalah sikap pasrah kepada Allah SWT bahwa sesuatu yang terjadi adalah kehendaknya. Manusia hanya wajib berdo'a dan berusaha. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak di sini dibiasakan berdo'a sebelum dan sesudah pelajaran agar mereka sadar bahwa apa-apa yang kita lakukan adalah kekuasaan Allah SWT. Jadi selalu saya nasehatkan kepada mereka bahwa kamu wajib berdo'a dan berusaha dengan selalu ingat kepada-Nya dan jangan lupa belajar sehingga kamu menjadi anak-anak yang pintar tetapi tidak sombong. Bagai ilmu padi, makin berisi makin merunduk."[23]

5.      Disiplin
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan seorang anak didik terhadap aturan atau tata-tertib yang dijalankan oleh suatu lembaga atau sekolah dan mengandung sanksi di dalamnya sebagai sesuatu yang biasa. Beberapa peraturan tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu guru BP sebagai berikut:
"Kedisiplinan di sini di antaranya adalah datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai yaitu pukul 07.00 dan diberikan sanksi bagi yang datang terlambat. Memakai seragam sesuai yang diwajibkan oleh sekolah, membuat izin apabila tidak masuk sekolah atau pulang lebih awal karena suatu sebab, dan lain-lain. Dan kedisiplinan di sini menurut pantauan dan data yang ada di BP cukup baik."[24]

6.      Kebersihan
Kebersihan adalah sesuatu yang tidak mengandung najis dan kotoran, atau sesuatu yang dapat merusak pandangan mata. Diantara beberapa bentuk kegiatan yang mengandung kebersihan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Kebersihan di sini diwujudkan dengan menjalankan piket harian yaitu membersihkan lingkungan kelas setiap hari dan piket mingguan dengan mengepel lantai kelas dan membersihkan kaca, dan sebagainya. Dan khusus anak-anak yang saya walini, saya wajibkan kepada setiap anak untuk memiliki sandal agar mereka tidak terkena najis ketika sesudah wudlu menuju mushola atau aula."[25]

7.      Persaudaraan
Persaudaraan (Ukhuwah) adalah semangat persaudaraan bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta diterapkan program "3S", yaitu saling senyum, salam dan sapa di antara sesama warga sekolah, di antara guru, karyawan, dan peserta didik. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Dengan kebiasaan bersalaman akan menumbuhkan silaturrahmi dan persaudaraan di antara guru, karyawan, dan anak-anak, serta menghilangkan gap atau jarak di antara kami."[26]

8.      Persamaan
Persamaan (al-musawah) adalah pandangan bahwa sesama manusia adalah sama, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, ras, status sosial, dan lain-lain. Hal yang membedakan di antara sesama manusia adalah tingkat ketaqwaannya di hadapan Allah SWT.

9.      Syukur
Syukur adalah sikap penuh terima kasih pada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya. Bentuk rasa syukur tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Saya sering menasehati anak-anak bahwa kita harus senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah pada kita dengan selalu ingat kepada-Nya dan saya anjurkan kepada mereka untuk meluangkan waktu mereka untuk melaksanakan sholat Dhuha agar Allah senantiasa memberikan rizki-Nya kepada kita."[27]

Dari beberapa pembiasaan melaksanakan ajaran agama yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mengandung nilai-nilai seperti di atas, yang telah diinternalisasikan kepada peserta didik. Nilai-nilai yang secara khusus hendak diinternalisasikan adalah nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, karena kedua nilai inilah yang mendasari semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Nilai khusus yang hendak ditanamkan kepada siswa adalah nilai keimanan dan ketaqwaan, dan itu otomatis ada dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, karena tanpa iman mereka tidak mau melaksanakannya dan kalau mereka sudah mau melaksanakannya berarti sudah menambah ketaqwaan. Dan hal itu terus dipupuk dengan tetap melaksanakannya dan kami jelaskan nilai-nilai lain, pada waktu kami mengajar di kelas"[28]

Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa nilai keimanan dan ketaqwaan merupakan nilai yang mendasari semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Dengan iman, para siswa dengan senang melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan dengan pembiasaan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan ketaqwaan peserta didik. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang diterapkan, dijelaskan sebagai berikut:
  1. Sholat dzuhur berjamaah
Nilai yang dapat diambil dari pembiasaan jamaah sholat dzuhur adalah sebagai berikut:
1.      Nilai kebersihan, hal ini disebabkan karena sebelum sholat diwajibkan berwudlu. Dalam wudlu tersebut mengandung nilai kebersihan , baik kebersihan jasmani ataupun rohani. Kebersihan jasmani dapat terlihat dari kebersihan peserta didik sendiri serta kebersihan lingkungan belajar, dan hal tersebut diterapkan oleh mereka dengan penampilan yang bersih dan teratur, dan membersihkan ruang kelas sesuai jadwal yang sudah ada. Sedangkan kebersihan rohani akan tampak pada tingkah laku dan akhlak mereka, jika hatinya bersih maka akan menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran.
2.      Nilai persamaan dan persaudaraan, hal ini disebabkan karena dalam berjamaah maka akan berkumpul dalam suatu tempat untuk bisa saling mengenal, baik kaya atau miskin akan melakukan gerakan yang sama, sehingga tidak dibeda-bedakan. Semua sama di hadapan Allah yang membedakan seseorang adalah ketaqwaannya.
3.      Nilai disiplin, jika sudah terbiasa melaksanakan sholat apalagi mengerjakan sholat yang lima, maka akan dapat menumbuhkan sikap disiplin dan menghargai waktu, sehingga waktu yang ada tidak terbuang dengan percuma.
  1. Sholat Dhuha
Nilai yang dapat diambil dari sholat dhuha adalah rasa syukur, bahwa ia mau melaksanakannya sebagai rasa terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga Allah akan menambah nikmat itu. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu keutamaan sholat dhuha adalah agar Allah melapangkan rezeki-Nya.
  1. Tadarus sebelum pelajaran dimulai
Nilai yang dapat diambil dari tadarus sebelum pelajaran dimulai dimulai adalah nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Karena peserta didik setiap harinya diwajibkan membaca Al Qur’an secara bersama-sama sesuai dengan tajwidnya sehingga mereka menjadi lancar membaca al-Qur’an dan dapat mengambil pelajaran darinya. Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
  1. Membaca do'a sebelum  dan sesudah belajar
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan membaca  do'a tersebut adalah tawakkal kepada Allah. Bahwa manusia wajib berusaha dan berdo'a, dan hasilnya diserahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Do'a merupakan perpaduan antara dzikir dan pikir dan merupakan inti dari ibadah. Dalam do'a mengandung harapan dan harapan itu akan melahirkan sikap yang optimis.
Peserta didik diajarkan berdo'a karena manusia itu tidak ada apa-apannya, semua adalah kekuasaan Allah SWT sehingga manusia wajib berusaha, dan dalam berusaha tidak lupa teriring dengan do'a.
  1. Berjabat tangan dan mengucapkan salam
Nilai yang dapat diambil dari berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah nilai persaudaraan dan persamaan. Dengan kegiatan tersebut akan menumbuhkan silaturrahmi dan ukhuwah Islamiyah, karena setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Setiap muslim tidak boleh membeda-bedakan dalam bergaul berdasarkan bangsa, ras, status sosial dan lain sebagainya, semuanya sama di hadapan Allah.
  1. Pengumpulan dana sosial
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah nilai keikhlasan dan rasa syukur. Karena mereka dilatih untuk memberikan sesuatu sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan imbalan. Mereka bersedia memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan, sebagai rasa syukur kepada Allah karena diberi kelebihan  dan kenikmatan. Jadi wujud rasa syukur kepada Allah terhadap nikmat dan rezeki yang telah diterima diwujudkan dengan mengucapkan rasa syukur, yaitu dengan membaca hamdalah dan dengan perbuatan, yaitu dengan memberikan sebagian rezeki yang ada dengan ikhlas kepada orang yang membutuhkan.
Kegiatan tersebut juga masih sesuai dengan anak-anak usia sekolah menengah pertama, yang masih membutuhkan pembiasaan yang baik dan contoh yang dapat dijadikan panutan sehingga dapat membentuk suatu karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Setelah anak-anak mendapat materi pengetahuan agama di kelas, sewaktu kegiatan belajar mengajar (KBM) maka perlu ada suatu sarana untuk dapat mempraktekkannya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada para siswa dalam menjalankan ajaran agama yang sudah diperoleh. Menciptakan suasana atau lingkungan yang religius di sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam merupakan suatu hal yang berpengaruh positif dan cukup berhasil, sehingga anak-anak yang sudah terbiasa menjalankan ajaran agamanya diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai ajaran agamanya dan dibawa terus sepanjang masa. Upaya ini juga dilakukan untuk mengimbangi arus globalisasi di mana sudah banyak para pelajar yang tingkah lakunya jauh dari nilai-nilai ajaran Islam, khususnya bagi pelajar muslim dan nilai-nilai moral bagi pelajar pada umumnya.
Apabila nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi pada peserta didik maka tujuan pendidikan agama Islam dapat tercapai, dan hal ini berarti tujuan pendidikan nasional dapat tercapai juga yaitu untuk mencetak generasi bangsa yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung-jawab.
Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja muncul dan dirasakan oleh siswa berdasarkan pembiasaan yang diterapkan, maka di bawah ini dipaparkan beberapa hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai berikut:
"Dari pembiasan tersebut saya merasakan hati ini menjadi tentram dan damai. Dan belajar saya menjadi di sekolah menjadi lebih mudah dan mantap. Dan pembiasaan itu juga saya lakukan di rumah, tetapi kadang-kadang tidak, terutama sholat berjamaah dan membaca Al-Qur'an, saya rasa nilai disiplin, iman, dan taqwa menjadi bertambah"[29] 

Hal yang sama juga dialami oleh Monika Dewi Gunawati sebagaimana diungkapkan berikut ini:
"Pembiasaan itu membuat saya lebih nyaman dan dekat dengan Allah SWT, selain itu saya jadi murah senyum dari sebelumnya. Tetapi saya masih rada-rada kurang disiplin karena sulit dilakukan. Dan yang jelas keimanan dan ketaqwaan saya menjadi lebih bertambah"[30]

Ungkapan yang senada tetapi lebih variatif juga dikemukakan oleh Aditya Probo Saputro sebagai berikut:
"Pembiasaan itu perlu sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun kadang tidak melaksanakannya, tetapi itu bisa menambah keimanan dan ketaqwaan dan hal itu dapat menumbuhkan sikap menghormati orang lain, memperkuat kepercayaan kita terhadap ajaran agama kita, menambah wawasan dalam beragama dan menjadikan diri hidup jadi lebih baik"[31]

Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya para siswa melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan merasakan manfaatnya.. Manfaat yang mereka rasakan di antaranya adalah merasa lebih dekat dengan Allah sehingga dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sedikit demi sedikit dapat merubah kebiasaan mereka dari yang tidak melaksanakan ajaran agama menjadi melaksanakannya meskipun terkadang tidak konsisten. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan yang diterapkan kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang tidak, terutama jika mereka berada di luar sekolah karena tidak ada yang mengontrol. Apalagi kalau di rumah orang tuanya sibuk bekerja dan tidak memperhatikan pengamalan ajaran agama anak-anaknya. Kalau di sekolah ada yang mengontrol yaitu guru agama dan suasana yang mendukung dikarenakan  semua siswa melaksanakan maka merekapun juga melaksanakannya, sebab ada perasaan malu kepada teman-temannya yang melaksanakan atau takut jika nilai pelajaran agama dikurangi jika tidak melaksanakan pembiasaan keagamaan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Atikah Hanum seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
"Anak-anak di sini kebanyakan anak-anak orang kaya sehingga kadang-kadang mereka tidak memperhatikan agamanya karena biasanya mereka dimanja. Agama hanya sebatas pengetahuan saja, jadi kurang diamalkan. Tetapi anak-anak di sini rata-rata melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan kalau diprosentasikan, menurut saya ada 50 % yang memang benar dan sadar akan ajaran agamanya dan mengamalkannya 30 % yang setengah-setengah yaitu di sekolah menjalankan tetapi di luar kadang-kadang tidak, dan 20 % yang cuek-cuek saja kalau tidak dipaksa mereka tidak melaksanakannya dan biasanya mereka itu anak-anak yang nakal. Kendala utama dari kesadaran menjalankan agama adalah tidak ada dukungan orang tua, di sekolah dibiasakan tapi di rumah tidak."[32]

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta menjalankan pembiasaan yang diterapkan di sekolah dan juga menerapkannya di luar sekolah, walaupun nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan tersebut belum dapat terinternalisasi dengan baik tetapi mereka menjadi terbiasa menjalankan ajaran agama baik di sekolah maupun di luar sekolah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kesadaran beragama.
Sedangkan kendala utama dalam menumbuhkan kesadaran beragama sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik adalah tidak ada dukungan dari orang tua atau keluarga, walaupun di sekolah sudah dibiasakan tetapi di rumah tidak mengakibatkan tidak adanya kesinambungan antara pihak sekolah dan orang tua. Hal inilah yang menyebabkan tidak terinternalisasikan dengan baik nilai-nilai ajaran Islam yang hendak ditanamkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan selama penelitian, dikemukakan bahwa pembiasaan yang diterapkan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta baru pada tahap transaksi nilai sehingga perlu upaya lain agar mencapai tahap transinternalisasi nilai, dimana nilai-nilai ajaran Islam benar-benar terinternalisasi dengan baik sehingga menjadi motivasi dalam bertindak dan sebagai pengontrol dari pengaruh-pengaruh negatif yang masuk. Untuk mencapai tahap transinternalisasi nilai diperlukan metode yang lain, agar pembiasaan yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi bermakna dan dapat menjadi karakter sebagai pribadi yang Islami atau insan kamil. Beberapa metode untuk melengkapi metode pembiasaan adalah metode nasehat, hukuman dan uswah hasanah.



[1] Dokumentasi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 11 Agustus 2004
[2] Wawancara dengan Kepala Sekolah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[3] Wawancara dengan Ibu Siti Jazriyah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[4] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[5] Wawancara dengan Bapak Badruddin yang pada waktu itu menjadi imam, pada tanggal 11 Oktober 2004
[6] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[7] Al-Qur’an dan terjemahannya, op. cit. hal. 635
[8] Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, terj. Ahmad Sunarto (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal.153
[9] Hasil wawancara pada tanggal 8 Agustus 2004.
[10] Wawancara dengan siswi kelas 3, pada tanggal 8 Agustus 2004
[11] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[12] Hasil wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[13] Wawancara dengan Ibu Atikah Hanum, pada tanggal 10 Agustus 2004
[14] Dokumen  Program Pembiasaan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2004
[15] Labib MZ., Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori (Surabaya: Anugrah, 1994) hal. 19-20
[16] Wawancara pada  tanggal 11 Oktober 2004
[17] Labib MZ, op.cit., hal. 175-176
[18] Wawancara pada tanggal 10 Agustus 2004
[19] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[20] Wawancara  pada tanggal 11 Agustus 2004
[21] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[22] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[23] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[24] Wawancara dengan Ibu Endang Wahyu Tj pada tanggal 11 Oktober 2004.
[25] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 20004
[26] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[27] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[28] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[29] Wawancara dengan Farida Ariani, pada tanggal 11 Agustus 2004
[30] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[31] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[32] Wawancara pada tanggal 13 Agustus 2004

No comments:

Post a Comment