Saturday 19 March 2016

BAB I Skripsi Berjudul "METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM DI MI AL-AZHAR JATISARI" STAI MAGETAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Penegasan Istilah

Untuk memperoleh pemahaman dan mencegah timbulnya kerancuan dalam berfikir, penulis memberikan penegasan istilah berdasarkan judul skripsi yang penulis ajukan yaitu sebagai berikut :
1.    Metode Pembiasaan
Metode berarti cara yang teratur dan ilmiah dalam mencapai maksud untuk memperoleh ilmu atau cara kerja yang sistematis untuk mempermudah suatu kegiatan dalam mencapai maksudnya.[1]
Pembiasaan adalah sesuatu yang dibiasakan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini, siswa dibiasakan mengamalkan ajaran agama, baik secara individual maupun secara kelompok dalam kehidupan sehari-hari.[2]

1
 
Jadi metode pembiasaan yang dimaksud adalah suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dengan memberikan latihan-latihan atau tugas-tugas kepada siswa terhadap suatu perbuatan tertentu, agar siswa mempunyai kebiasaan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Metode pembiasaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu yang dibiasakan dari pihak sekolah bagi seluruh peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, terutama di lingkungan sekolah.
Beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha,  membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran dimulai, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
 
2.    Internalisasi
                   Internalisasi adalah  penghayatan[3], pendalaman (sebuah proses),  internalisasi sebagai upaya dalam menghayati nilai ajaran Islam. Sehingga nilai ajaran Islam dapat tertanam dengan baik pada diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi sumber motivasi bagi peserta didik dalam bergerak, bertindak dan berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan nilai ajaran Islam.
                   Sesuatu yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik adalah nilai-nilai ajaran Islam yang ada pada pembiasaan yang diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) al-Azhar Jatisari, sehingga nilai-nilai tersebut dimiliki oleh peserta didik dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3.    Nilai Ajaran Islam
                   Nilai adalah sesuatu yang dianggap memiliki harga bagi sekelompok orang tertentu.[4] Sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits, yang mengandung ajaran aqidah, muamalat, Syari’ah, dan ibadah. Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga nilai di sini erat kaitannya dengan lebih menekankan dalam bentuk moral, akhlak, dan etika. Banyak sekali macam-macam nilai dan nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai ajaran Islam.
                   Dalam penelitian ini yang ditekankan adalah nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan yaitu; sholat dzuhur berjama’ah, sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
                   Nilai yang dimaksud dalam skripsi ini  adalah yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, yaitu nilai keimanan, ketaqwaan, kedisiplinan, kebersihan, persamaan, persaudaraan, syukur, ikhlas, dan tawakkal.

4.    SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
            SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta berada di bawah naungan Majelis Pendidikan Dasar Menengah Muhammadiyah (PDM Kotamadya Yogyakarta). Sekolah ini berstatus akreditasi disamakan, yang berada di Jalan Kapas II / 7a. Di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta inilah penulis bermaksud mengadakan penelitian.
            Dari penegasan istilah di atas, dapat diketahui bahwa judul skripsi  ini adalah studi lapangan terhadap metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasikan nilai ajaran Islam, apakah nilai-nilai tersebut sudah tertanam dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai ajaran Islam diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 

B.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam (PAI ) di  sekolah (baik sekolah umum atau madrasah) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Tetapi tujuannya berbeda dengan pendidikan nasional  yaitu   menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar rakyat menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[5]
Eksistensi Pendidikan Agama Islam semakin kuat dari tahun ke tahun, apalagi setelah disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 tentang pelaksanaan pendidikan agama. Hal ini sangat memungkinkan bagi sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agama dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan PAI dapat tercapai.
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, karena lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan, yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya.[6]
Bagaimana Pendidikan Agama Islam dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga peserta didik dapat menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam yang diajarkan pada Pendidikan Agama Islam. Tetapi khususnya Pendidikan Agama Islam, aspek afektif sangat perlu diperhatikan, sehingga peserta didik dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam dan nilai ajaran Islam sendiri menjadi pedoman dan kontrol dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran Pendidikan  Agama Islam  yang selama ini berlangsung agaknya terasa kurang terkait atau kurang concern   terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan  “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi sumber motivasi bagi peserta  didik untuk bergerak, berbuat, dan berperilaku secara konkrit-agamis dalam kehidupan praktisi sehari-hari.[7]
Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada peserta didik.
Metode Pembiasaan tersebut juga diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai salah satu upaya menginternalisasikan nilai–nilai ajaran Islam  kepada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur jama’ah, sholat dhuha, membaca Al-qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah belajar, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
Dari pemaparan di atas, penelitian ini mencoba membahas tentang bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan sebagai upaya menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada peserta didik di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas  maka ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana bentuk metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya untuk menginternalisasikan nilai ajaran Islam ?
2.      Nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik?

D.  Alasan Pemilihan Judul
Beberapa hal yang mendorong penulisan skripsi ini adalah :
1.      Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan pendidikan nilai yang perlu adanya proses internalisasi nilai ajaran Islam kepada peserta didik.
2.      Salah satu metode yang digunakan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam adalah metode pembiasaan
3.      Terinternalisasinya nilai-nilai ajaran Islam oleh peserta didik merupakan keberhasilan dari Pendidikan Agama Islam

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.              Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam.
b.      Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang  dapat terinternalisasi oleh peserta didik dari metode pembiasaan yang diterapkan oleh guru PAI di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
2.              Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah :
a. Diharapkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada khususnya dan bagi sekolah pada umumnya, sebagai salah bentuk upaya  menginternalisasikan nilai ajaran Islam untuk mencapai tujuan PAI.
b. Untuk menambah khasanah Ilmu Pengetahuan, khususnya untuk meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam.

F.    Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, sebagai acuan menggunakan buku “Paradigma Pendidikan Islam “ karya Muhaimin dan kawan-kawan, yang menjelaskan tentang internalisasi nilai pendidikan agama Islam. Karena Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga perlu terjadi internalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam diri peserta didik.
Selain itu menggunakan beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan nilai (afeksi) dari Pendidikan Agama Islam. Skripsi-skripsi yang ada sebelumnya memberikan gambaran skripsi yang akan disajikan. Di antara skripsi tersebut adalah sebagai berikut :
Skripsi yang ditulis oleh saudara Fauzan Lutfiyanto (2003), yang membahas tentang pengaruh metode ceramah dan pembiasaan dalam pendidikan Aqidah Akhlak terhadap pengamalan keagamaan siswa di MTs N Pundong Bantul. Dalam penelitiannya tersebut ia memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang positif dalam mengamalkan ajaran Islam para siswa dengan metode ceramah dan pembiasaan.
Skripsi yang ditulis oleh saudara Nuryanto yang berjudul “Pengembangan Nilai-Nilai PAI Dalam Sistem Pendidikan Nasional “. Dalam penelitiannya tersebut ia memberikan penjelasan tentang nilai-nilai PAI, menurutnya bahwa tujuan PAI sangat membantu terwujudnya Pendidikan Nasional terutama untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Selain itu skripsi yang ditulis oleh saudari Immawati yang berjudul “Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja   Dalam Pendidikan Islam (Study Pemikiran Stephen R Covey Dalam Buku 7 Kebiasaan yang Sangat Efektif)”. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa suatu pembiasaan sangat penting dalam pembentukan karakter, terutama karakter yang Islami.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh saudari Noor Hayati (1998) yang berjudul “Penanaman Dan Pembinaan Nilai Keagamaan Pada Anak Berdasarkan Fase Perkembangan (Suatu Kajian Ilmu Jiwa Perkembangan)”. Dalam penelitiannya, ia lebih menitikberatkan pada masalah penanaman dan pembinaan nilai keagamaan yang harus disesuaikan dengan fase perkembangan serta dilakukan secara berangsur-angsur dan bijaksana.
Skripsi ini membahas tentang internalisasi nilai ajaran Islam melalui metode pembiasaan yang merupakan salah satu  upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah, sehingga peserta didik menerima dan memiliki nilai-nilai ajaran Islam dalam meningkatkan kesadaran menjalankan perintah agama dalam kehidupan sehari-hari.

G.   Landasan Teori
1.     Metode Pembiasaan
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan , yaitu meta dan hodos, meta berarti “melalui “ dan hodos berarti “jalan “ atau “cara “. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[8]Selanjutnya jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.[9] Metode dapat pula dikatakan sebagai seni dalam mengajar, sehingga metode sangat penting dalam dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan tertentu (tujuan pendidikan). Banyak para tokoh yang mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada intinya pendidikan mempunyai lima unsur utama, yaitu:[10]
a.     Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan yang dilakukan secara sadar
b.    Ada pendidik, pembimbing atau penolong
c.     Ada yang dididik atau si terdidik
d.    Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut
            Dari kelima unsur pendidikan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi pendidikan yang akan disampaikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan dalam mengajar merupakan usaha untuk mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
            Dalam penelitian ini, dari beberapa metode yang ada, maka metode yang dibahas adalah metode pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu  itu dapat menjadi kebiasaannya. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui.
            Metode pembiasaan juga digunakan oleh Al-qur’an dalam memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya.[11]
            Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِاالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فىِالمَضَاجِعِ (رواه أبوداوود)

Artinya: “Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud).[12]

            Berdasarkan hadits di atas maka anak-anak atau peserta didik dibiasakan untuk sholat.
                  Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu seseorang harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan.[13]
2.         Internalisasi Nilai

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. [14]

                   Pengertian nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat.[15] Banyak sekali macam-macam nilai yang berkembang di masyarakat, baik dari lapangan hidup, fungsional ataupun kejiwaan. Salah satu nilai tersebut adalah nilai ajaran Islam.

                   Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan berkreasi dengan nilai-nilai tersebut. Ajaran Islam mengandung nilai spiritual yang mendalam, di mana diletakkan iman terhadap-Nya. Iman inilah yang merupakan sumber kekuatan bagi kehidupan manusia dalam menjalin kehidupan agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

                   Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal perilaku para pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun masyarakat pada umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan mempunyai keterpaduan yang bulat yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu

                   Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.[16]

                   Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan agama Islam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu adanya proses internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari sesuatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “ sistem nilai diri” sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.    

       Tahap-tahap dalam internalisasi nilai adalah: [17]
a.  Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal.
b.  Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.
c.        Tahap transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dalam daripada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.
       Proses internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap oleh individu sebagai memuaskan. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.[18]
            Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri peserta didik,  dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai-nilai ajaran Islam merupakan tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab tantangan untuk arus globalisasi dan transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya adalah difungsikannya nilai-nilai moral agama. Sebagai seorang muslim maka yang difungsikan adalah nilai-nilai ajaran Islam, yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:[19]
a.         Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan peserta didik menangkap stimulus yang diberikan.
b.        Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap tata nilai tertentu, sehingga memiliki latar belakang Teoritik tentang sistem nilai, mampu memberikan argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memiliki komitmen tinggi terhadap nilai tersebut.
c.         Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.
d.        Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut –turut, maka akan terbentuk kepribadian yang bersifat satunya hati, kata dan perbuatan. Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlakul karimah.

3.         Nilai Ajaran Islam
Nilai merupakan  esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. [20]
Ajaran Islam adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagai seorang muslim, ada lima perkara yang membuat status muslimnya sempurna yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam yaitu: membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, menjalankan puasa, mengeluarkan zakat dan pergi haji ke Baitullah Mekah bagi orang yang mampu.
            Islam sebagai agama wahyu mengandung ajaran-ajaran yang bersifat universal dan eternal, serta mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut Islam menuntun manusia untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. [21] Jadi ajaran Islam tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah tetapi ajaran Islam juga mengatur hubungan dengan sesama manusia bahkan mengatur hubungan dengan alam semesta.
            Ajaran Islam meliputi bidang-bidang sebagai berikut:[22]
a.  Bidang Ibadah (rubu` ibadah), yang menjelaskan soal hubungan manusia dengan Tuhannya dengan jalan mengerjakan ibadah dan pengabdian menurut tata cara tertentu.
b.  Bidang Ekonomi (rubu` mu`amalah), yang berhubungan dengan penghidupan dan mencari rejeki.
c.  Bidang Pernikahan (rubu` munakahat), yaitu yang berhubungan dengan nikah, talak, rujuk, yang merupakan saluran untuk mendapatkan keturunan yang sah
d.  Bidang Hukum Pidana (rubu` jinayah), yang berhubungan dengan pelanggaran dan kejahatan antar individu, individu dengan masyarakat  umum atau negara. 
Rahmatan lil `alamin memang benar, jika kita sebagai orang Islam menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan benar karena manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Oleh karena itu umat Islam wajib mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT, dan Allah tidaklah menciptakan manusia kecuali untuk beribadah. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلأِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
   Artinya :  “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.[23]

Beberapa nilai ajaran Islam yang ditanamkan kepada peserta didik sebagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
a.  Iman
b.  Taqwa
c.  Ikhlas
d. Tawakkal
e.  Disiplin
f.   Kebersihan
g.  Persaudaraan
h.  Persamaan
i.    Syukur

4.    Tahap-tahap Perkembangan Nilai Moral
                 J. Piaget dan L. Kohlberg bahwa  tahap- tahap perkembangan nilai moral seseorang terbagi ke dalam 4 tahap beserta ciri-cirinya dan perkembangan moral itu berhubungan dengan perkembangan kognitif seseorang, yaitu sebagai berikut:[24]
a.    Tahap pertama: usia 0-3 tahun (pra moral)
       Pada fase ini anak tidak mempunyai bekal pengertian tentang baik dan buruk, tingkah lakunya dikuasai oleh dorongan-dorongan naluriah saja, tidak ada aturan yang mengendalikan aktivitasnya, aktivitas motoriknya tidak dikendalikan oleh tujuan yang berakal.
b.    Tahap kedua: usia 3-6 tahun (tahap egosentris)
       Pada fase ini anak hanya mempunyai pikiran yang samar-samar dan umum tentang aturan-aturan, ia mengubah aturan untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan gagasannya yang timbul mendadak, ia bereaksi terhadap lingkungannya secara instinktif dengan hanya sedikit kesadaran moral.
c.    Tahap ketiga: usia 7-12 tahun (tahap heteronom)
       Pada fase ini ditandai dengan suatu paksaan. Di bawah tekanan orang dewasa atau orang berkuasa, anak sedikit menggunakan kontrol moral dan logika terhadap perilakunya, masalah moral dilihat dalam arti hitam putih, boleh tidak boleh, dengan otoritas dari luar (orang tua, guru dan anak yang lebih besar) sebagai faktor utama dalam menentukan apa yang baik dan yang jahat. Karena itu, pemahaman tentang moralitas yang sebenarnya masih sangat terbatas.
d.    Tahap keempat: usia 12 tahun dan seterusnya (tahap otonom)
       Pada tahap ini seseorang mulai mengerti tentang nilai-nilai dan mulai memakainya dengan caranya sendiri. Moralitasnya ditandai dengan kooperatif, bukan paksaan, interaksi dengan taman sebaya, diskusi, kritik diri, rasa persamaan dan menghormati orang lain merupakan faktor utama dalam tahap ini. Aturan dan pikiran dipertanyakan, diuji dan dicek kebenarannya. Aturan yang dianggap dapat diterima secara moral diinternalisasikan dan menjadi bagian khas dari kepribadiannya. Pada masa remaja, seseorang menganggap aturan-aturan sebagai persetujuan teman-teman sebaya yang saling menguntungkan. Ia memberontak terhadap moralitas orang tua, tetapi akhirnya mereka kembali kepada moralitas yang sebelumnya merupakan tolak mati-matian sewaktu masih remaja.
5.   Metode Pembiasaan sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan secara terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama, sehingga perbuatan dan ketrampilan itu benar-benar bisa diketahui dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini terjadi awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan pertimbangan dan perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan dan apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan-kebiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang dilakukan dapat dimiliki dan tertanam dengan baik atau nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dan dapat menjadi suatu karakter. Jadi kebiasaan di sini merupakan hal-hal yang sering dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan puncak perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya, di mana ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat tindakan dan apabila tindakan ini dilakukan secara terus-menerus, maka ia akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan mewujudkan karakter.
Karakter itu terbentuk dari luar. Karakter terbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi menyangkut hubungan antar manusia. Kedua unsur inilah yang membentuk karakter.[25]
Pendidikan agama Islam sebagai pendidikan nilai maka perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis) dalam membentuk peserta didik (remaja) yang berkualitas, di mana individu bukan hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Pembentukan karakter seseorang (terutama peserta didik) bersifat tidak alamiyah, sehingga dapat berubah dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kaidah umum dalam pembentukan karakter adalah sebagai berikut :[26]
1.      Kaidah kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap.
2.      Kaidah kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya porsi latihan tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi pada kesinambungannya.
3.      Kaidah momentum, pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan dan seterusnya.
4.      Kaidah motivasi intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki karakter yang kuat dan sempurna, jika dorongan itu benar-benar lahir dalam diri anda sendiri, atau dari kesadaran anda akan hal itu.
5.      Kaidah pembimbing, anda mungkin bisa melakukannya seorang diri, tetapi itu tidak akan sempurna. Jadi, anda membutuhkan kawan yang berfungsi sebagai guru.
Dari kaidah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain  kebiasaan diberikan juga pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan perkembangan jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apa yang diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan sangsi dengan kesalahannya dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya teladan atau contoh yang diberikan.
Metode pembiasaan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam  sehingga dapat membentuk karakter peserta didik yang Islami, hal ini juga dikaitkan dengan hukum panen sebagai berikut :[27]
Tanamlah pemikiran
Kamu akan menuai tindakan
Tanamlah tindakan
Kamu akan menuai kebiasaan
Tanamlah kebiasaan
Kamu akan menuai karakter
Tanamlah karakter
Kamu akan menuai nasibmu
H. Metode Penelitian
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field study research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.[28]
Penelitian ini bersifat deskriptif yang memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, dalam penelitian ini untuk mengetahui informasi tentang metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasi nilai ajaran Islam.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah–laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.[29] Pendekatan ini digunakan karena data yang diperoleh adalah data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang serta berupa perilaku yang diamati.

2.      Metode Penentuan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.[30] Untuk menentukan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik berdasarkan tujuan-tujuan tertentu (purposive sampling), dengan cara bola salju (snow ball) yaitu menelusuri terus data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang ada.
Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi :
a.       Informan kunci (key informan)
Informan kunci dalam penelitian ini adalah guru agama Islam, terutama bidang Aqidah, Ibadah, dan Akhlak.
b.      Informan pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari :
1.       Kepala Sekolah
2.       Guru BP
3.       Sebagian siswa kelas 3 A, ada 9 siswa

3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan atau memperoleh data, menggunakan beberapa metode yaitu :
a.      Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.[31] Metode ini  digunakan untuk memperoleh data tentang :
1.      Gambaran umum tentang keadaan sekolah
2.      Gambaran tentang pelaksanaan metode pembiasaan
3.      Suasana religius di sekolah
b.      Wawancara
Metode  wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.[32]
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara yang bebas terpimpin, sebab sekalipun wawancara dilakukan secara bebas tetapi sudah dibatasi oleh struktur pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut :
1.      Tujuan pelaksanaan metode pembiasaan
2.      Nilai-nilai ajaran Islam yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik.
3.      Nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh siswa.
c.       Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[33] 
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang :
1.      Kondisi dan gambaran umum tentang SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
2.      Keadaan guru, karyawan, dan siswa.
3.      Sarana dan fasilitas sekolah.

4.      Metode Analisis Data
Analisa data dalam penelitian adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[34]
Data yang telah terhimpun kemudian diklarifikasikan untuk dianalisa dengan menggunakan  pendekatan analisa induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.[35]
Selanjutnya menggunakan analisa data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, dengan tiga jenis kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar. [36]
Alur pertama adalah reduksi data, merupakan kegiatan pemilihan, pemilahan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang berasal dari lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian sampai tersusunnya laporan akhir penelitian. Sejak tahap ini analisa data sudah dilaksanakan karena reduksi data juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari analisis data.
Alur kedua adalah penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dalam teks naratif. Penyusunan informasi tersebut dilakukan secara sistematis dalam bentuk tema-tema pembahasan sehingga mudah difahami makna yang terkandung di dalamnya.
Alur ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi dari semua kumpulan makna setiap kategori, peneliti berusaha mencari makna esensial dari setiap tema yang disajikan dalam teks naratif yang berupa fokus penelitian. Selanjutnya ditarik kesimpulan untuk masing-masing fokus tersebut, tetapi dalam suatu kerangka yang sifatnya komprehensif.
Ilustrasi dari prosedur di atas adalah pertama, peneliti mengadakan pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pedoman yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada saat itulah dilakukan pencatatan dan tanya jawab dengan informan. Dari informasi yang diterima tersebut seringkali memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru, baik pada saat wawancara berlangsung maupun sudah berakhir atau disebut proses wawancara mendata.
Setelah data dilacak, diperdalam dan diuji kebenarannya, selanjutnya dicari maknanya berdasarkan kajian kritik yang digunakan, dengan cara pemilihan, pemilahan, dan penganalisaan data. Langkah selanjutnya data transformasikan dan disusun secara tematik dalam bentuk teks naratif sesuai dengan karakter masing-masing. Terakhir, dicari makna yang paling esensial dari masing-masing tema berupa fokus penelitian yang dituangkan dalam kesimpulan.


I.     Sistematika Pembahasan
Untuk mencapai pemahaman yang utuh, runtut, dan sistematis dalam penulisan skripsi ini, maka menggunakan sistematika pembahasan  sebagai berikut :
BAB Pertama, berisi uraian tentang pendahuluan, yang menjadi landasan bagi bab-bab selanjutnya. Bab ini memuat tentang penegasan istilah, latar belakang masalah, rumusan masalah,  alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan dan ditutup dengan sistematika pembahasan.
BAB Kedua, Membahas kondisi dan gambaran umum tentang SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, yang pembahasannya terdiri atas letak dan keadaan  geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, struktur organisasi, keadaan guru, siswa, dan karyawan serta sarana dan fasilitas sekolah.
BAB Ketiga, membahas tentang pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasi nilai ajaran Islam para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bab ini pula dibahas analisis metode pembiasaan terhadap internalisasi nilai, serta nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik kemudian dihubungkan dengan teori–teori yang sudah ada.
BAB Keempat, merupakan akhir dari penelitian skripsi ini, yang berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.



[1] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991) hal. 973
[2] Depag RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/BPP PAI Lanjutan Tingkat Pertama ( t. k: t. p.,1994 ), hal. 5
[3] Peter Salim dan Yenny Salim, op cit., hal. 576
[4] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Tribenda Karya, 1983) hal. 7
[5] Sistem Pendidikan Nasional 2003 (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hal. 12
                [6] Muhaimin dkk., Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya, 2001), hal. 172
[7] Ibid., hal. 168
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam  (Jakarta: Logos, 2001), hal. 91
[9]  Ibid, hal. 91-92
[10] Ibid, hal. 9.
[11] Abuddin Nata, op.cit., hal. 100-101
[12] Hery  Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hal. 162
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 184.
[14] E.MK Kaswardi, Pendidikan Nilai (Jakarta: Grasindo, 1993), hal.
[15] M. Nur Syam, Filsafat Pendidikan Islam dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 133.

[16] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970 ), hal.107
[17] Muhaimin, dkk, op. cit., hal. 178
[18] Saifuddin Azwar, Sikap Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 57
[19] HM.Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 94.
[20] Ibid., hal. 62
[21] Abdurrahman Mas`udi, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001,), hal. 19.
[22] Ibid., hal. 39.
[23]  Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit., hal. 862.
[24] Muhaimin, dkk, op.cit., hal. 169-170. 
[25] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) edisi revisi, hal. 181
[26] Muhammad Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003),  hal.69-70
[27] Soemarno Soedarsono, Character Buidling: Membentuk Watak (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2002), hal. 217
[28] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 5 
[29] Ibid., hal. 81
[30] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2002) cet: XVII, hal. 90
[31] Husaini Usman dan Purnomo Setiady, op. cit., hal. 54.
[32] Ibid., hal 57-58
[33] Ibid., hal 73
[34] Lexy J. Moleong, op.cit, hal. 103
[35] Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1979) cet: VII, hal. 42
[36] Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Penerj. Tjetjep Rohendi Rohidi, Analisa Data Kualitatif (Jakarta : UI Press, 1992 ) hal.19

No comments:

Post a Comment