BAB III
PELAKSANAAN METODE PEMBIASAAN
SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM
A. Metode Pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
1.
Bentuk-bentuk Metode Pembiasaan yang Diterapkan
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
a.
Berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu
teman, guru, maupun karyawan.
b.
Melakukan tadarus sebelum pelajaran dimulai
c.
Melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di musholla maupun
di aula sekolah
d.
Melaksanakan pengajian kelas di rumah siswa secara
bergiliran sebulan sekali
e.
Melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di aula sekolah
f.
Melaksanakan pesantren kilat bagi siswa di bulan
Ramadan
g.
Mewajibkan semua warga sekolah putera-puteri berpakaian
muslim/ muslimah setiap hari
h.
Melaksanakan peringatan-peringatan hari besar agama
Islam dengan melibatkan semua warga sekolah
i.
Mewajibkan membaca doa saat mulai pelajaran dan akhir
pelajaran[1]
Dari beberapa jenis kegiatan di atas yang difokuskan
dalam penelitian ini adalah program sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha,
tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah
pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana
sosial. Metode pembiasaan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar
mengajar.
Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak kepala
Sekolah tentang dilaksanakannya pembiasaan kegiatan keagamaan di SMP Muhammadiyah
2 Yogyakarta :
“Tujuan secara umum dari pembiasaan di sini
adalah untuk menjadikan siswa yang intelek dan religius sehingga mempunyai ciri
khusus sekolah yang Islami “[2]
Menjadikan siswa yang intelek berarti suatu usaha agar
siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta secara akademis dapat menguasai
ilmu pengetahuan, tetapi tetap religius yaitu dapat menjalankan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Islam menuntut
ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.
Sedangkan tujuan yang lebih rinci tentang pembiasaan
tersebut dijelaskan oleh guru agama sebagai berikut :
“ Pembiasaan
ini bertujuan agar anak merasa butuh dengan Allah sehingga lama-lama mereka
merindukannya sehingga akan tumbuh kesadaran dalam menjalankan ajaran agama”[3]
Dari beberapa pandangan tentang tujuan pembiasaan yang
diterapkan seperti di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan
diterapkan pembiasaan menjalankan ajaran Islam adalah agar peserta didik di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi dengan
menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran, sehingga nilai-nilai
ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Pelaksanaan Metode Pembiasaan yang Diterapkan di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Dari beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta , sebagaimana yang
telah diungkapkan sebelumnya hampir semuanya dilaksanakan di luar kegiatan
belajar mengajar di kelas. Jadi pembiasaan yang diterapkan merupakan tempat
atau wahana bagi peserta didik untuk melaksanakan atau mengamalkan nilai-nilai
ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang
diterapkan dapat terinternalisasi dalam diri mereka.
Pada penelitian ini, dari beberapa pembiasaan yang
diterapkan yang akan dipaparkan adalah kegiatan : jama’ah sholat dzuhur, sholat
dhuha, tadarus sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah
pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu dengan guru,
karyawan, siswa, serta pengumpulan dana sosial. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada pemaparan pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam, sebagai berikut:
1.
Sholat Dzuhur Berjamaah
Sholat dhuhur berjamaah wajib dilakukan oleh seluruh
siswa di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta . Karena jumlah siswa dan siswinya banyak dan
terbatasnya ruangan untuk jamaah, maka pelaksanaan jamaah sholat dzuhur
dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama diberlakukan bagi siswa-siswi kelas
1 dan 2 sesudah jam ke-6 atau pada jam istirahat kedua, yaitu pukul 11-45,
sedangkan tahap kedua diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 3 sesudah jam ke-7,
yaitu pada pukul 12-15. Kegiatan tersebut dilakukan di musholla dan di aula
sekolah, dan sudah dibentuk jadwal untuk imam dan pengawas sholat. Untuk lebih
jelasnya, jadwal iman dan pengawas sholat dapat dilihat pada lampiran.
Imam bertugas sebagai imam dalam sholat sekaligus
memimpin berdzikir dan berdo’a bersama sesudah sholat. Berdzikir bersama
biasanya membaca istighfar, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali.
Berdo’a bersama biasanya berdo’a untuk kedua orang-tua dan untuk keselamatan
hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan pengawas sholat bertugas untuk
mengawasi jalannya sholat dan menertibkan para siswa sebelum dan sesudah
jama’ah berlangsung. Adanya pengawas sholat itu perlu, karena untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya anak-anak ramai sendiri atau
ada jumlah rekaat yang kurang bagi ma’mum yang masbuk. Seperti yang diungkapkan
oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut :
“Pengawas
dalam sholat itu perlu sekali karena anak-anak biasanya ramai sendiri sebelum
sholat dimulai. Dan pernah ada kejadian bahwa ada seorang siswa yang menjadi
ma’mum masbuk kurang rekaatnya, sehingga perlu diingatkan dan disuruh mengulang
lagi shalatnya. Dari kejadian ini maka pengawas sholat sangat diperlukan”[4]
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa fungsi
imam dan pengawas sholat sangat membantu jalannya kegiatan sholat berjama’ah.
Apalagi sudah ada jadwalnya sendiri sehingga kegiatan tersebut dapat
berlangsung dengan tertib dan teratur.
Sebelum sholat dimulai, sambil menunggu siswa-siswi
yang lain, yang sedang antri berwudlu maka salah satu guru (Baik sebagai imam
atau pengawas sholat) memberikan nasehat sekaligus memberikan contoh agar
mereka melaksanakan sholat sunat rowatib sebelum dzuhur atau berdzikir dengan
menyebut asma Allah, dengan tujuan agar mereka lebih siap untuk sholat dengan khusyu’
dan agar mereka lebih dekat dengan sang pencipta. Hal ini seperti diungkapkan
oleh seorang guru sebagai berikut :
“ Biasanya
anak-anak saya anjurkan untuk melaksanakan sholat sunat sebelum dzuhur dan saya
menasehati agar mereka tidak ramai sendiri tetapi lebih baik diisi dengan
memperbanyak menyebut asma Allah, agar mereka lebih siap untuk sholat dan
menjadikan hati lebih tenang”[5]
Kadang-kadang ada siswa yang enggan melaksanakan
sholat dzuhur berjamaah, tetapi mereka selalu dikontrol agar semua siswanya
melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Pengontrolan ini dilakukan agar mereka
terbiasa melaksanakan sholat lima
waktu dan sebisa mungkin dilaksanakan secara berjamaah. Adanya pengontrolan ini
seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum :
“Untuk
mengetahui siswa yang tidak melaksanakan jamaah sholat dzuhur maka selalu kami
kontrol, siapa-siapa yang tidak melaksanakannya dan hal ini dapat diketahui
dari laporan guru atau karyawan yang melihat siswa pada jam sholat berada di
kantin atau di tempat lain, dan dari imam dan pengawas sholat”[6]
Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui
bahwa pelaksanaan jamaah sholat dzuhur di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat
berjalan dengan tertib dan teratur. Dan dari ini, diharapkan agar peserta didik
terbiasa melaksanakan sholat lima
kali dan kalau biasa dilaksanakan secara berjamaah. Sebagaimana diketahui
bersama bahwa sholat merupakan tiang agama dan dapat mencegah dari perbuatan
keji dan mungkar, sedangkan sholat berjamaah itu lebih utama karena pahalanya
akan dilipatkan sebanyak 27 derajat. Hal tersebut berdasarkan firman Allah dan
hadits Nabi berikut ini :
إِنَّ
الصَّلوةَ تَنْهى عَنِ الفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت :45)
Artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. (al-‘Ankabut : 45)[7]
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسَوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: صَلاَةُ
الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعِ وَعِشْرِ يْنَ دَرَجَةً
(متفق عليه)
Artinya : Dari Umar r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sholat
jamaah itu lebih utama dari pada sholat sendirian, dengan dua puluh tujuh
derajat” (HR. Bukhori dan Muslim)[8]
2.
Sholat Dhuha
Kegiatan sholat dhuha juga menjadi pembiasaan di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta walaupun tidak diwajibkan seperti sholat dzuhur berjamaah.
Walaupun tidak diwajibkan para siswa cukup antusias dan banyak yang
melaksanakannya, hal ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan keteladanan
dari beberapa guru, khususnya guru agama. Berikut ini hasil wawancara dengan
ibu Siti Jazriyah :
“Saya selalu
memberikan dorongan dan nasehat agar para siswa melaksanakan sholat dhuha agar
mereka diberi kemudahan dalam menempuh study dan kemudahan rizki untuk
orang-tuanya. Dan saya pun selalu memberikan contoh dengan melaksanakannya, dan
alhamdulillah siswa yang mengerjakannya semakin bertambah”[9]
Berdasarkan ungkapan di atas dan observasi yang
dilakukan maka kegiatan melaksanakan sholat dhuha di kalangan siswa-siswi SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta cukup tinggi. Ada
sebagian siswa yang melaksanakannya karena adanya dorongan dan nasehat dari
guru agama, tetapi ada juga yang melaksanakannya karena sudah terbiasa di
rumah, sehingga tumbuh kesadaran, seperti yang dikatakan oleh salah seorang
siswa sebagai berikut :
“Saya
melaksanakan sholat dhuha karena dianjurkan oleh guru dan di rumah pun saya
dibiasakan oleh orang-tua, sehingga saya jadi terbiasa untuk melaksanakannya”[10]
Kegiatan sholat dhuha ini biasanya dilaksanakan pada
jam istirahat pertama, yaitu pukul 09.15. Mereka melaksanakannya di mushola
atau aula secara sendiri-sendiri dan rata-rata melaksanakannya sebanyak dua
rekaat.
3.
Tadarus Sebelum Pelajaran Dimulai
Kegiatan tadarus sebelum pelajaran dimulai merupakan
pembiasaan yang wajib dilakukan oleh semua siswa dan siswi di SMP Muhammadiyah
2 Yogyakarta agar para siswa lancar membaca Al-qur’an dan menjadi kebiasaan
yang baik. Tadarus Al-qur’an biasanya dilakukan kurang lebih 10 menit, yang
dipandu oleh guru yang mengajar pada jam
pertama, tetapi apabila gurunya belum hadir maka kegiatan tadarus tersebut
berjalan sendiri dengan dipimpin oleh ketua kelas. Cara membacanya dilakukan
secara bersama-sama dan melanjutkan ayat atau surat sebelumnya.
Menurut Ibu Anwariyah bahwa ada sebagian siswa yang
belum lancar bahkan belum bisa membaca AL-Qur’an, Berikut petikan wawancaranya
:
“Tidak semua
anak-anak di sini bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, apalagi kalau mereka
disuruh membaca sendiri-sendiri. Makanya anak-anak yang belum lancar membaca
saya suruh untuk ikut TPA di rumah, saya tekankan bahwa orang Islam wajib bisa
membaca Al-Qur’an agar bisa memahami kitab sucinya sendiri dengan baik”[11]
Hal senada juga diungkapkan Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut ini
“Kegiatan tersebut merupakan sarana bagi siswa
untuk gemar membaca kitab sucinya dan agar bagi siswa yang belum lancar dalam
membaca Al-qur’an menjadi lebih lancar sesuai dengan hukum tajwidnya, apalagi
sebagian besar para siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta berasal dari Sekolah Dasar (SD) yang masih banyak yang
belum lancar dalam membaca Al-qur’an” [12]
Berdasarkan pernyataan Ibu Anwariyah dan Ibu Siti
Jazriyah maka kegiatan tadarus bertujuan agar para siswa-siswi di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sehingga mereka
gemar membacanya dan dapat mengambil pelajaran darinya, karena di dalam Al-Qur’an
mengandung pelajaran dan beberapa nilai, baik nilai illahiyah maupun nilai
ibadah. Pelajaran dan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dihayati dan
dimiliki oleh peserta didik.
4.
Membaca Doa Sebelum dan Sesudah Pelajaran
Kegiatan membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran
merupakan pembiasaan yang diwajibkan bagi semua siswa-siswi di SMP Muhammadiyah
2 Yogyakarta . Kegiatan tersebut dipimpin oleh
ketua kelas setelah guru yang akan
mengajar masuk kelas. Sebelumnya mereka memberi salam, baru setelah itu mulai
berdo'a. Do'a yang dibaca adalah sebagai berikut :
رَضِيْتُ
بِااللهِ رَبًّا وَبِاْلاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَّاوَرَسُوْلاَ
رَبِّ زِدْنِىعِلْمَا وَارْزُقْنِى فََهْمًا
Doa tersebut dibaca ketika jam pertama, sedangkan
bacaan do’a pada jam terakhir atau ketika mau pulang adalah sebagai berikut:
اَللّهُمَّ
اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَااتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً،
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
"Khusus
saya, saya mengadakan dzikir bersama setiap seminggu sekali di kelas yang saya
walini dan sebulan sekali pada kelas yang lain. Saya mencoba menggambarkan
kepada mereka bahwa kita itu tidak ada apa-apanya di hadapan Allah, sehingga
kita perlu untuk dekat dengan-Nya. Hal ini berguna bagi mereka untuk
mengingatkan kepada mereka terhadap apa yang sudah mereka lakukan, agar mereka selalu ingat
kepada Allah. Dan merekapun cukup antusias bahkan ada yang mengingatkan saya,
kalau saya lupa. Hal tersebut bisa membuat mereka sampai menangis.[13]
Setiap manusia wajib berdo'a dan berusaha, tetapi
semuanya diserahkan kepada Allah SWT karena Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Salah satu cara agar kita selalu dekat dengan-Nya adalah dengan selalu ingat kepada-Nya, dengan berdzikir
atau menjalankan ajaran yang telah disyari'atkan. Berikut ini pemaparan hasil observasi pada
tanggal 11 Agustus 2004 tentang pelaksanaan metode pembiasaan dzikir bersama
yang dipandu oleh ibu Atikah Hanum di kelas 1 Akselerasi ( VII Ahmad Dahlan ) :
-
Semua pintu dan jendela ditutup begitu pula kordennya,
sehingga tercipta suasana yang tenang
dan tentunya lebih mudah untuk fokus dan konsentrasi.
-
Semua kepala siswa menunduk sambil mendengarkan kalimat
istighfar, tasbih dan tahmid, serta ibu guru meminta agar anak-anak meresapinya
ke dalam hati mereka sehingga merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
-
Sambil berdoa, Ibu guru mencoba menggugah emosi para
siswa dengan kata-kata yang haru dan menyentuh perasaan mereka, agar mereka
merenungkan kembali dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang sudah mereka
perbuat. Membayangkan seandainya mereka tidak bisa sekolah, ditinggalkan oleh
orang-tuanya, sehingga mereka bersyukur atas nikmat Allah yang mereka terima
dan sedikit dari mereka yang sampai meneteskan air-mata.
-
Sebagai penutup Ibu guru tidak lupa memberikan nasehat
agar anak didiknya selalu menjalankan perintah Allah SWT dan belajar yang rajin
dan bersungguh-sungguh agar tercapai cita-citanya dan mudah-mudahan menjadi
anak yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Pembiasaan dzikir bersama biasanya dilakukan kurang
lebih selama 15 menit dan setelah itu melanjutkan materi pelajaran seperti
biasanya. Dengan kegiatan di atas diharapkan agar anak didik mempunyai rasa
syukur kepada Allah terhadap segala nikmat yang telah diberikan-Nya dengan
mengingat Allah di manapun berada dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi
larangan-Nya.
5.
Berjabat Tangan dan Mengucapkan Salam
Di lingkungan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta di antara
sesama warga sekolah (guru, karyawan, dan para siswa) dibiasakan “3 S” yaitu
dibiasakan salam, senyum, dan sapa apabila bertemu. Kegiatan tersebut bertujuan
agar di antara sesama warga sekolah terjalin hubungan yang harmonis dan
dinamis. Semua warga sekolah dibiasakan untuk mengucapkan salam dan berjabat
tangan pada setiap bertemu dengan para guru, karyawan dan siswa. Berjabat
tangan dilakukan antara perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan
laki-laki, walaupun masih ada sebagian siswa atau siswi yang berjabat tangan
dengan guru perempuan atau guru laki-laki.
Hal ini biasanya dilakukan pada setiap pagi, awal memasuki lingkungan
sekolah.
Setiap guru dan karyawan yang bertugas piket harian
diwajibkan untuk datang lebih awal, biasanya mereka sudah siap di depan pintu
gerbang untuk mengawasi dan mengamati tingkah laku anak didik sambil berjabat
tangan dengan para siswa yang baru memasuki pintu gerbang sekolah. Kegiatan ini
biasanya juga diikuti oleh kepala sekolah dan para guru yang mengajar pada jam
pertama.
Kegiatan tersebut merupakan program pembiasaan yang
diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta untuk membentuk lingkungan sekolah
yang kondusif dengan semangat kekeluargaan, keakraban, dan kehangatan dengan
menghargai orang lain, disiplin, dan bertanggung-jawab.[14]
Dari kegiatan tersebut para siswa menjadi terbiasa menyapa dan berjabat tangan
serta mengucapkan salam dengan teman-temannya, sehingga ada ikatan emosional
yang cukup tinggi di antara sesama siswa, guru, dan karyawan serta tidak ada
gap/ jarak yang memisahkan di antara
warga sekolah.
Saling senyum, salam, dan sapa merupakan ajaran Islam
tentang ukhuwah Islamiyah, termasuk ajaran yang penting dalam Islam dan sangat
ditekankan untuk diamalkan. Hal tersebut perlu dilaksanakan karena besar sekali
manfaatnya, tetapi besar pula bahayanya jika tidak diindahkan. Jadi sesama
orang Islam atau orang beriman adalah bersaudara, untuk dapat saling mengasihi.
Hal ini sesuai dengan bunyi hadits di bawah ini :
عَنْ
النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَرَى الْمُؤْ مِنِيْنَ فِى تَرَا حُمِهِمْ
وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَا طُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ اِذَا اشْتَكَي عُضْوًا تَدَا
عَى لَهُ سَا ئِرُجَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya : Dari Nukman bin Bsyir ra. Berkata : Rasulullah SAW
bersabda: "Kamu perhatikan orang-orang mukmin dalam keadaan saling
mengasihi, saling mencintai, dan saling membantu, mereka itu bagaikan satu
badan, apabila salah satu anggota badan terkena suatu penyakit, maka seluruh
badannya sakit dengan tidak bisa tidur dan terasa panas"[15]
6.
Pengumpulan Dana Sosial
Selain uang
kas pada masing-masing kelas, setiap seminggu sekali yaitu setiap hari senin,
peserta didik diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Jumlah besar kecilnya tidak
ditentukan, tetapi menurut kadar kemampuan dan keikhlasan masing-masing siswa.
Untuk
melaksanakannya diserahkan kepada masing-masing kelas, biasanya dikoordinir
oleh ketua kelas. Setelah dana terkumpul maka salah satu perwakilan kelas
menyerahkannya kepada petugas piket, dan dari petugas piket diserahkan kepada
pemegang dana sosial. Pada tahun ajaran ini pemegang dana sosial oleh Ibu
Siswanti P.
Tujuan
pengumpulan dana sosial ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum,
berikut ini:
"Setiap hari Senin
anak-anak diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Dana ini digunakan untuk
kegiatan-kegiatan sosial, seperti untuk menjenguk warga sekolah yang sakit.
Kegiatan ini bertujuan agar mempunyai jiwa sosial dan dapat memberikan sesuatu
dengan ikhlas, sebagai rasa syukur terhadap nikmat Allah. Dan anak-anak di sini
cukup tinggi dalam beramal karena mungkin mereka kebanyakan anak-anak orang
kaya, jadi tidak eman-eman dalam memberikan sesuatu"[16]
Dari hasil
wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa-siswi di SMP Muhammaiyah 2 Yogyakarta dibiasakan untuk beramal dengan menyisihkan
sedikit uang jajan mereka. Dengan kegiatan ini, diharapkan agar para siswa
mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap nasib saudara –saudara
atau teman mereka. Kegiatan ini tentunya sangat bermanfaat untuk melatih mereka
berbuat baik terhadap sesama, selain tolong menolong sesama muslim, untuk dapat
memberikan sesuatu dengan ikhlas, dan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Hal tersebut
sesuai dengan hadits Nabi yang memerintahkan umatnya agar bersedia memberikan
sesuatu atau infak kepada yang
membutuhkan. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:
حَدِيْثُ اَبِى هُرَيْرَةَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اَنْفِقْ
اَنْفِقُ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللهِ مَلأي. لاَتَغِيْضُهَا نَفَقَةٌ
سَحَّاءُاللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَقَالَ: اَرَئَيْتُمْ مَا اَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ
السَّموَاتِ وَلاَرْضَ فاََِنَهُ لَمْ يَغِضْ مَافِى يَدِهِ وَكَانَ عَرْشُهُ
عَلَى الْمَاءِ وَيَدِهِ الْمِيْزَا نُ يَحْفِضُ وَيَرْفَعُ
Artinya: Hadits Abu Hurairoh
ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman:
Berinfaklah, niscaya Aku tetap penuh, tidak akan berkurang karena nafkah yang
dikeluarkan siang dan malam. Dan beliau bersabda: Bukankah kamu mengetahui
bahwa apa yang telah Allah infakkan sejak penciptaan langit dan bumi itu tidak
mengurangi apa yang ada di tangan-Nya, sedang Arasy-Nya berada di atas air dan
di tangan-Nya ada neraca yang naik turun.[17]
B. Nilai-Nilai yang Muncul dan Dirasakan oleh Siswa
Beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta , seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar
mengajar di kelas. Dan untuk memotivasi para siswa agar mereka bersedia
melaksanakan pembiasaan keagamaan yang diterapkan di sekolah, maka guru agama selalu memberikan
nasehat-nasehat dan dorongan-dorongan agar mereka senantiasa mengamalkan ajaran
agamanya. Sehingga para siswa merasa dekat dengan Allah SWT dengan menjalankan
ajaran agama dengan penuh kesadaran. Selain itu guru agama menjelaskan
hikmah-hikmah atau manfaat dari apa yang mereka kerjakan itu
kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di sekolah.
Menciptakan suasana atau lingkungan sekolah yang
religius, dengan memberlakukan kebiasaan-kebiasaan untuk melaksanakan ajaran
Islam, bertujuan agar para siswa terbiasa melaksanakannya dengan penuh
kesadaran sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan yang
diterapkan dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik. Apabila
nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik maka
dapat membentuk karakter atau kepribadian peserta didik yang Islami. Memiliki
karakter yang Islami sangatlah penting, terutama untuk menghadapi zaman modern
dan arus globalisasi, di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat dijadikan kontrol
dan filter dari nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga
tidak akan terjadi krisis moral dan tindakan-tindakan yang dapat merusak iman.
Metode pembiasaan merupakan salah satu upaya untuk
dapat menginternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, karena dari kebiasaan yang
secara kontinyu dilaksanakan akan dapat membentuk suatu karakter. Pembiasaan
yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta merupakan sarana bagi para siswa untuk melatih diri mengamalkan
ajaran agamanya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai
berikut:
"Anak-anak
di sini ada yang menganggap remeh tentang agama dan hanya dimengerti sebatas
pengetahuan saja. Dan pembiasaan di sini sangat membantu mereka untuk
melaksanakan ajaran agamanya, karena kalau praktek pas mengajar di kelas
waktunya tidak cukup, sehingga dengan pembiasaan ini mereka dapat menjadi faham
dan diharapkan agar mereka juga
melaksanakannya di luar sekolah"[18]
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui
bahwa pembiasaan melaksanakan ajaran agama Islam membuat mereka bisa lebih
faham tentang ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dengan penuh kesadaran.
Kebiasaan-kebiasaan tersebut merupakan latihan bagi mereka untuk dapat
senantiasa mengamalkan ajaran agamanya, sehingga tanpa disuruh atau dinasehati
oleh guru atau orang tua mereka sudah mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Karena ada juga siswa yang enggan melaksanakan kegiatan keagamaan
di sekolah, apalagi jika di rumah juga tidak dibiasakan, seperti pernyataan Ibu
Atikah Hanum berikut ini:
"Pelaksanaan
pembiasaan keagamaan di sini selalu dikontrol karena ada juga yang tidak
melaksanakannya sehingga akan kelihatan siapa-siapa yang tidak melaksanakannya.
Dan anak tersebut akan kami panggil dan kami beri dia nasehat. Dan kami juga
beritahukan kepada seluruh siswa bahwa jika mereka tidak mengikuti pembiasaan
itu maka nilai agama mereka akan dikurangi. Jadi semua guru agama di sini
membuat kesepakatan bersama tentang nilai pelajaran agama di raport"[19]
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ada
sebagian siswa yang tidak melaksanakan pembiasaan yang diterapkan, sehingga
perlu dikontrol agar mereka dapat selalu melaksanakannya. Beberapa cara yang
digunakan untuk memotivasi siswa dalam melaksanakan pembiasaan tersebut adalah
dengan memberikan nasehat dan memberi tahukan hikmah yang terkandung di
dalamnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa jika mereka tidak
melaksanakannya maka nilai agama mereka akan dikurangi dan akan diberikan
sangsi. Sangsi yang diberikan jika berturut tidak melaksanakan sholat jamaah,
maka mereka harus membuat surat
pernyataan yang ditandatangani oleh semua guru agama di sana , wali kelas, dan kepala sekolah dan
berjanji kalau mereka akan melaksanakannya.
Jadi agar pembiasaan dilaksanakan oleh semua siswa,
maka diperlukan penguatan. Penguatan tersebut berupa nasehat dan hukuman serta
contoh dari guru. Dari pembiasaan yang diterapkan akan dapat melahirkan
kesadaran, hal ini terjadi apabila nilai-nilai yang ada pada pembiasaan
tersebut dapat terinternalisasi dengan baik dalam diri peserta didik. Peranan
pembiasaan mengamalkan ajaran Islam dalam pendidikan Islam dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak, diharapkan akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan
budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Karena anak dihadapkan pada
dua faktor: faktor fitrah keagamaan pada manusia dan faktor pendidikan Islam
yang utama dengan lingkungan yang baik, sehingga pembiasaan tersebut
diperlukan. Jika hal tersebut dipadukan dengan baik maka mereka akan tumbuh
dalam iman yang baik, berhiaskan etika Islam dan sampai pada puncak keutamaan
spiritual serta kemuliaan personal.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam bertugas mempertahankan,
menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, sehingga nilai-nilai tersebut
dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, agar mereka mampu melaksanakan
dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara dinamis dalam kehidupan
sehari-hari.
Dari hasil observasi dan wawancara selama penelitian
dapat dipaparkan bahwa tanggapan dan respon terhadap pendidikan agama dan
pembiasaan yang diterapkan di sekolahnya cukup baik. Hal ini seperti dituturkan
oleh Andina Manik P berikut ini:
"Menurut
saya pendidikan agama di sekolah cukup baik dan bagus, dan lebih bagus lagi
jika dalam mengajar diselingi cerita, tentu akan lebih menarik lagi. Hal ini
membuat perasaan saya senang, saya dulu belum faham dan sekarang menjadi lebih
faham. Dan pembiasaan di sini, saya sangat senang dan setuju, karena dulu ada
yang belum bisa saya lakukan sekarang saya dapat lakukan dan menjadi kebiasaan"[20]
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa para
siswa cukup antusias dan tertarik dengan pelajaran agama, tetapi mereka ingin
agar dalam mengajar menggunakan berbagai metode, sehingga siswa tidak jenuh.
Seperti diselingi dengan metode cerita dan tanya-jawab. Jika para siswa sudah
senang dengan pelajaran agama maka mereka akan dapat menguasai pengetahuan
agama, tetapi pelajaran agama tidak sebatas hanya pengetahuan saja, hal itu
perlu diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pelajaran
agama berisi tuntunan dan syariat. Manusia sebagai hamba Allah maka wajib
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Agar para siswa terbiasa melaksanakan ajaran agama,
maka mereka perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mengamalkannya. Salah
satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah dengan menerapkan
pembiasaan menjalankan ajaran agama, sehingga dari pembiasaan tersebut akan
menjadikan kebiasaan yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam,
dan akhirnya nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta
didik dan dapat bertindak serta bertingkah laku dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan terinternalisasinya nilai-nilai
ajaran Islam maka dapat membentuk generasi muda atau peserta didik yang
berkepribadian muslim.
Berikut ini beberapa nilai ajaran Islam yang dapat
diinternalisasikan kepada para siswa melalui metode pembiasaan yang diterapkan
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
1.
Iman
Iman yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi percaya
dengan sepenuh hati bahwa Tuhan itu di atas segala-galanya. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Iman
adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala
sesuatu, sehingga anak-anak di sini dibimbing dan dibiasakan untuk selalu
menjalankan perintah agama".[21]
2.
Taqwa
Taqwa adalah sikap yang sadar bahwa Allah selalu mengawasi manusia
sehinga di manapun berada selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Sehingga hal ini dapat dijadikan motivasi oleh para peserta didik
untuk selalu mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Ikhlas
Ikhlas adalah sikap batin dalam segala perbuatan bahwa apa yang dilakukan
semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo dari Allah SWT. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak
di sini saya anjurkan untuk selalu menolong sesama, di antaranya adalah untuk
peduli terhadap nasib teman-temannya dan saya beritahukan bahwa apa-apa yang
kita lakukan semata-mata untuk Allah SWT. Selain itu saya juga selalu mencari
dana dari wali murid yang kaya untuk mau membantu siswa yang kurang mampu tanpa
sepengetahuan siswa yang diberi bantuan dan anak dari wali murid tersebut."[22]
4.
Tawakkal
Tawakkal adalah sikap pasrah kepada Allah SWT bahwa sesuatu yang terjadi
adalah kehendaknya. Manusia hanya wajib berdo'a dan berusaha. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak
di sini dibiasakan berdo'a sebelum dan sesudah pelajaran agar mereka sadar
bahwa apa-apa yang kita lakukan adalah kekuasaan Allah SWT. Jadi selalu saya
nasehatkan kepada mereka bahwa kamu wajib berdo'a dan berusaha dengan selalu
ingat kepada-Nya dan jangan lupa belajar sehingga kamu menjadi anak-anak yang
pintar tetapi tidak sombong. Bagai ilmu padi, makin berisi makin
merunduk."[23]
5.
Disiplin
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan seorang anak didik terhadap aturan
atau tata-tertib yang dijalankan oleh suatu lembaga atau sekolah dan mengandung
sanksi di dalamnya sebagai sesuatu yang biasa. Beberapa peraturan tersebut
seperti yang diungkapkan oleh salah satu guru BP sebagai berikut:
"Kedisiplinan
di sini di antaranya adalah datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai yaitu
pukul 07.00 dan diberikan sanksi bagi yang datang terlambat. Memakai seragam
sesuai yang diwajibkan oleh sekolah, membuat izin apabila tidak masuk sekolah
atau pulang lebih awal karena suatu sebab, dan lain-lain. Dan kedisiplinan di
sini menurut pantauan dan data yang ada di BP cukup baik."[24]
6.
Kebersihan
Kebersihan adalah sesuatu yang tidak mengandung najis dan kotoran, atau
sesuatu yang dapat merusak pandangan mata. Diantara beberapa bentuk kegiatan
yang mengandung kebersihan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai
berikut:
"Kebersihan
di sini diwujudkan dengan menjalankan piket harian yaitu membersihkan
lingkungan kelas setiap hari dan piket mingguan dengan mengepel lantai kelas
dan membersihkan kaca, dan sebagainya. Dan khusus anak-anak yang saya walini,
saya wajibkan kepada setiap anak untuk memiliki sandal agar mereka tidak
terkena najis ketika sesudah wudlu menuju mushola atau aula."[25]
7.
Persaudaraan
Persaudaraan (Ukhuwah) adalah semangat persaudaraan bahwa setiap muslim
adalah bersaudara. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta diterapkan program "3S", yaitu saling senyum, salam
dan sapa di antara sesama warga sekolah, di antara guru, karyawan, dan peserta
didik. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai
berikut:
"Dengan
kebiasaan bersalaman akan menumbuhkan silaturrahmi dan persaudaraan di antara
guru, karyawan, dan anak-anak, serta menghilangkan gap atau jarak di antara
kami."[26]
8.
Persamaan
Persamaan (al-musawah) adalah pandangan bahwa sesama manusia adalah sama,
tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, ras, status sosial, dan lain-lain.
Hal yang membedakan di antara sesama manusia adalah tingkat ketaqwaannya di
hadapan Allah SWT.
9.
Syukur
Syukur adalah sikap penuh terima kasih pada Allah SWT atas segala karunia
dan nikmat yang telah diberikan-Nya. Bentuk rasa syukur tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Saya
sering menasehati anak-anak bahwa kita harus senantiasa bersyukur terhadap
nikmat yang telah diberikan Allah pada kita dengan selalu ingat kepada-Nya dan
saya anjurkan kepada mereka untuk meluangkan waktu mereka untuk melaksanakan
sholat Dhuha agar Allah senantiasa memberikan rizki-Nya kepada kita."[27]
Dari beberapa pembiasaan melaksanakan ajaran agama
yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mengandung nilai-nilai seperti
di atas, yang telah diinternalisasikan kepada peserta didik. Nilai-nilai yang
secara khusus hendak diinternalisasikan adalah nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan, karena kedua nilai inilah yang mendasari semua kegiatan keagamaan
yang diterapkan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai
berikut:
"Nilai
khusus yang hendak ditanamkan kepada siswa adalah nilai keimanan dan ketaqwaan,
dan itu otomatis ada dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, karena tanpa iman
mereka tidak mau melaksanakannya dan kalau mereka sudah mau melaksanakannya
berarti sudah menambah ketaqwaan. Dan hal itu terus dipupuk dengan tetap
melaksanakannya dan kami jelaskan nilai-nilai lain, pada waktu kami mengajar di
kelas"[28]
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa
nilai keimanan dan ketaqwaan merupakan nilai yang mendasari semua kegiatan
keagamaan yang diterapkan. Dengan iman, para siswa dengan senang melaksanakan
pembiasaan yang diterapkan dan dengan pembiasaan tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan ketaqwaan peserta didik. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai
nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang diterapkan, dijelaskan sebagai
berikut:
- Sholat dzuhur berjamaah
Nilai yang dapat diambil dari pembiasaan jamaah sholat dzuhur adalah
sebagai berikut:
1.
Nilai kebersihan, hal ini disebabkan karena sebelum
sholat diwajibkan berwudlu. Dalam wudlu tersebut mengandung nilai kebersihan ,
baik kebersihan jasmani ataupun rohani. Kebersihan jasmani dapat terlihat dari
kebersihan peserta didik sendiri serta kebersihan lingkungan belajar, dan hal
tersebut diterapkan oleh mereka dengan penampilan yang bersih dan teratur, dan
membersihkan ruang kelas sesuai jadwal yang sudah ada. Sedangkan kebersihan rohani
akan tampak pada tingkah laku dan akhlak mereka, jika hatinya bersih maka akan
menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran.
2.
Nilai persamaan dan persaudaraan, hal ini disebabkan
karena dalam berjamaah maka akan berkumpul dalam suatu tempat untuk bisa saling
mengenal, baik kaya atau miskin akan melakukan gerakan yang sama, sehingga
tidak dibeda-bedakan. Semua sama di hadapan Allah yang membedakan seseorang
adalah ketaqwaannya.
3.
Nilai disiplin, jika sudah terbiasa melaksanakan sholat
apalagi mengerjakan sholat yang lima ,
maka akan dapat menumbuhkan sikap disiplin dan menghargai waktu, sehingga waktu
yang ada tidak terbuang dengan percuma.
- Sholat Dhuha
Nilai yang dapat diambil dari sholat dhuha adalah rasa
syukur, bahwa ia mau melaksanakannya sebagai rasa terima kasih kepada Allah SWT
yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga Allah akan
menambah nikmat itu. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu keutamaan sholat
dhuha adalah agar Allah melapangkan rezeki-Nya.
- Tadarus sebelum pelajaran dimulai
Nilai yang dapat diambil dari tadarus sebelum
pelajaran dimulai dimulai adalah nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Karena peserta didik setiap harinya diwajibkan membaca Al Qur’an secara
bersama-sama sesuai dengan tajwidnya sehingga mereka menjadi lancar membaca
al-Qur’an dan dapat mengambil pelajaran darinya. Sebagaimana diketahui bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama sebagai pedoman dan petunjuk hidup
bagi manusia.
- Membaca do'a sebelum dan sesudah belajar
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan membaca do'a tersebut adalah tawakkal kepada Allah.
Bahwa manusia wajib berusaha dan berdo'a, dan hasilnya diserahkan kepada Allah
Yang Maha Kuasa. Do'a merupakan perpaduan antara dzikir dan pikir dan merupakan
inti dari ibadah. Dalam do'a mengandung harapan dan harapan itu akan melahirkan
sikap yang optimis.
Peserta didik diajarkan berdo'a karena manusia itu
tidak ada apa-apannya, semua adalah kekuasaan Allah SWT sehingga manusia wajib
berusaha, dan dalam berusaha tidak lupa teriring dengan do'a.
- Berjabat tangan dan mengucapkan salam
Nilai yang dapat diambil dari berjabat tangan dan
mengucapkan salam adalah nilai persaudaraan dan persamaan. Dengan kegiatan
tersebut akan menumbuhkan silaturrahmi dan ukhuwah Islamiyah, karena setiap muslim
adalah saudara bagi muslim lainnya. Setiap muslim tidak boleh membeda-bedakan
dalam bergaul berdasarkan bangsa, ras, status sosial dan lain sebagainya,
semuanya sama di hadapan Allah.
- Pengumpulan dana sosial
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah
nilai keikhlasan dan rasa syukur. Karena mereka dilatih untuk memberikan
sesuatu sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan imbalan. Mereka bersedia
memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan, sebagai rasa syukur kepada Allah
karena diberi kelebihan dan kenikmatan.
Jadi wujud rasa syukur kepada Allah terhadap nikmat dan rezeki yang telah
diterima diwujudkan dengan mengucapkan rasa syukur, yaitu dengan membaca
hamdalah dan dengan perbuatan, yaitu dengan memberikan sebagian rezeki yang ada
dengan ikhlas kepada orang yang membutuhkan.
Kegiatan tersebut juga masih sesuai dengan anak-anak
usia sekolah menengah pertama, yang masih membutuhkan pembiasaan yang baik dan
contoh yang dapat dijadikan panutan sehingga dapat membentuk suatu karakter
yang sesuai dengan ajaran Islam. Setelah anak-anak mendapat materi pengetahuan
agama di kelas, sewaktu kegiatan belajar mengajar (KBM) maka perlu ada suatu
sarana untuk dapat mempraktekkannya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada
para siswa dalam menjalankan ajaran agama yang sudah diperoleh. Menciptakan
suasana atau lingkungan yang religius di sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan
yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam merupakan suatu hal yang berpengaruh
positif dan cukup berhasil, sehingga anak-anak yang sudah terbiasa menjalankan
ajaran agamanya diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai ajaran agamanya
dan dibawa terus sepanjang masa. Upaya ini juga dilakukan untuk mengimbangi
arus globalisasi di mana sudah banyak para pelajar yang tingkah lakunya jauh
dari nilai-nilai ajaran Islam, khususnya bagi pelajar muslim dan nilai-nilai
moral bagi pelajar pada umumnya.
Apabila nilai-nilai ajaran Islam dapat
terinternalisasi pada peserta didik maka tujuan pendidikan agama Islam dapat
tercapai, dan hal ini berarti tujuan pendidikan nasional dapat tercapai juga
yaitu untuk mencetak generasi bangsa yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang bertanggung-jawab.
Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja muncul dan
dirasakan oleh siswa berdasarkan pembiasaan yang diterapkan, maka di bawah ini
dipaparkan beberapa hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai berikut:
"Dari
pembiasan tersebut saya merasakan hati ini menjadi tentram dan damai. Dan
belajar saya menjadi di sekolah menjadi lebih mudah dan mantap. Dan pembiasaan
itu juga saya lakukan di rumah, tetapi kadang-kadang tidak, terutama sholat
berjamaah dan membaca Al-Qur'an, saya rasa nilai disiplin, iman, dan taqwa
menjadi bertambah"[29]
Hal yang sama juga dialami oleh Monika Dewi Gunawati
sebagaimana diungkapkan berikut ini:
"Pembiasaan
itu membuat saya lebih nyaman dan dekat dengan Allah SWT, selain itu saya jadi
murah senyum dari sebelumnya. Tetapi saya masih rada-rada kurang disiplin
karena sulit dilakukan. Dan yang jelas keimanan dan ketaqwaan saya menjadi
lebih bertambah"[30]
Ungkapan yang senada tetapi lebih variatif juga
dikemukakan oleh Aditya Probo Saputro sebagai berikut:
"Pembiasaan
itu perlu sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun
kadang tidak melaksanakannya, tetapi itu bisa menambah keimanan dan ketaqwaan
dan hal itu dapat menumbuhkan sikap menghormati orang lain, memperkuat
kepercayaan kita terhadap ajaran agama kita, menambah wawasan dalam beragama
dan menjadikan diri hidup jadi lebih baik"[31]
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat
diketahui bahwa pada umumnya para siswa melaksanakan pembiasaan yang diterapkan
dan merasakan manfaatnya.. Manfaat yang mereka rasakan di antaranya adalah
merasa lebih dekat dengan Allah sehingga dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan, sedikit demi sedikit dapat merubah kebiasaan mereka dari yang tidak
melaksanakan ajaran agama menjadi melaksanakannya meskipun terkadang tidak
konsisten. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan yang diterapkan
kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang tidak, terutama jika mereka berada di
luar sekolah karena tidak ada yang mengontrol. Apalagi kalau di rumah orang
tuanya sibuk bekerja dan tidak memperhatikan pengamalan ajaran agama
anak-anaknya. Kalau di sekolah ada yang mengontrol yaitu guru agama dan suasana
yang mendukung dikarenakan semua siswa
melaksanakan maka merekapun juga melaksanakannya, sebab ada perasaan malu
kepada teman-temannya yang melaksanakan atau takut jika nilai pelajaran agama
dikurangi jika tidak melaksanakan pembiasaan keagamaan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Atikah Hanum seperti
yang diungkapkan sebagai berikut:
"Anak-anak
di sini kebanyakan anak-anak orang kaya sehingga kadang-kadang mereka tidak
memperhatikan agamanya karena biasanya mereka dimanja. Agama hanya sebatas
pengetahuan saja, jadi kurang diamalkan. Tetapi anak-anak di sini rata-rata
melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan kalau diprosentasikan, menurut saya
ada 50 % yang memang benar dan sadar akan ajaran agamanya dan mengamalkannya 30
% yang setengah-setengah yaitu di sekolah menjalankan tetapi di luar
kadang-kadang tidak, dan 20 % yang cuek-cuek saja kalau tidak dipaksa mereka
tidak melaksanakannya dan biasanya mereka itu anak-anak yang nakal. Kendala
utama dari kesadaran menjalankan agama adalah tidak ada dukungan orang tua, di
sekolah dibiasakan tapi di rumah tidak."[32]
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui
bahwa rata-rata siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta menjalankan
pembiasaan yang diterapkan di sekolah dan juga menerapkannya di luar sekolah,
walaupun nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan tersebut belum dapat
terinternalisasi dengan baik tetapi mereka menjadi terbiasa menjalankan ajaran
agama baik di sekolah maupun di luar sekolah sehingga hal tersebut dapat
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang pada akhirnya dapat menumbuhkan
kesadaran beragama.
Sedangkan kendala utama dalam menumbuhkan kesadaran
beragama sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri
peserta didik adalah tidak ada dukungan dari orang tua atau keluarga, walaupun
di sekolah sudah dibiasakan tetapi di rumah tidak mengakibatkan tidak adanya
kesinambungan antara pihak sekolah dan orang tua. Hal inilah yang menyebabkan
tidak terinternalisasikan dengan baik nilai-nilai ajaran Islam yang hendak
ditanamkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan selama penelitian, dikemukakan bahwa pembiasaan yang diterapkan
sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
baru pada tahap transaksi nilai sehingga perlu upaya lain agar mencapai tahap
transinternalisasi nilai, dimana nilai-nilai ajaran Islam benar-benar
terinternalisasi dengan baik sehingga menjadi motivasi dalam bertindak dan
sebagai pengontrol dari pengaruh-pengaruh negatif yang masuk. Untuk mencapai
tahap transinternalisasi nilai diperlukan metode yang lain, agar pembiasaan
yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi bermakna dan dapat menjadi karakter
sebagai pribadi yang Islami atau insan kamil. Beberapa metode untuk melengkapi
metode pembiasaan adalah metode nasehat, hukuman dan uswah hasanah.
[1]
Dokumentasi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal
11 Agustus 2004
[2]
Wawancara dengan Kepala Sekolah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[3]
Wawancara dengan Ibu Siti Jazriyah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[4]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[5]
Wawancara dengan Bapak Badruddin yang pada waktu itu menjadi imam, pada tanggal
11 Oktober 2004
[6]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[7]
Al-Qur’an dan terjemahannya, op. cit. hal. 635
[8] Imam
Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999), hal.153
[9]
Hasil wawancara pada tanggal 8 Agustus 2004.
[10]
Wawancara dengan siswi kelas 3, pada tanggal 8 Agustus 2004
[11]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[12]
Hasil wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[13]
Wawancara dengan Ibu Atikah Hanum, pada tanggal 10 Agustus 2004
[14]
Dokumen Program Pembiasaan SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2004
[15]
Labib MZ., Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori (Surabaya: Anugrah,
1994) hal. 19-20
[16]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[17]
Labib MZ, op.cit., hal. 175-176
[18]
Wawancara pada tanggal 10 Agustus 2004
[19]
Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[20]
Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[21]
Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[22]
Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[23]
Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[24]
Wawancara dengan Ibu Endang Wahyu Tj pada tanggal 11 Oktober 2004.
[25]
Wawancara pada tanggal 11 Agustus 20004
[26]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[27]
Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[28]
Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[29]
Wawancara dengan Farida Ariani, pada tanggal 11 Agustus 2004
[30]
Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[31]
Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[32]
Wawancara pada tanggal 13 Agustus 2004
No comments:
Post a Comment